Jakarta, Gatra.com - Direktur Usaha Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Produksi, Kementerian Lingkungan HIdup dan Kehutanan, Djohan Utama Perbatasari mengatakan, hasil hutan bukan kayu (HHBK) tidak dapat terpisahkan dari jasa lingkungan. Ia mengatakan jasa lingkungan terkait dengan wisata alam, air dari pegunungan, dan keanekaragaman hayati.
“Sekarang yang baru digalakkan oleh pemerintah adalah wisata alam di hutan produksi. Hal ini sangat diminati investor dan turis mancanegara,” ujar Djohan saat ditemui di Gedung Manggala Wanabakti, Selasa (11/6).
Untuk penanaman hutan bukan kayu, Djohan mengatakan dilakukan di seluruh hutan dari Sabang-Merauke. Ia mengatakan penanaman tersebut dipengaruhi oleh kesesuaian wilayah dan kondisi tanah yang berpotensi dan cocok dengan tanaman yang akan ditanam.
“Seperti jernang di Aceh dan Jambi, gaharu ada di Bangka Belitung dan Papua, lalu rotan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dan kulit masohi di Papua. Penanaman ini dilakukan sesuai dengan kesesuaian wilayah karena setiap tanaman memiliki kebutuhan spesifik,” ujarnya.
Djohan mengatakan apabila penanaman ini dilakukan secara dipaksakan dan tidak sesuai dengan spesifikasinya, maka hasilnya tidak akan optimal. Ia mengatakan penanaman hutan bukan kayu wajib mengikuti kebutuhan dari tanaman itu sendiri.
“Misalkan seperti jati yang tidak akan tumbuh bagus di atas gunung, lalu pinus tidak dapat tumbuh di dataran rendah dimana dia harus tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut,” tuturnya.