Home Politik Maqdir: Utang Petambak Dipasena Bukan Lagi Urusan Sjamsul

Maqdir: Utang Petambak Dipasena Bukan Lagi Urusan Sjamsul

Jakarta, Gatra.com - Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail, menyampaikan, urusan menghapus atau tidak utang petambak kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) bukan urusan kliennya karena itu merupakan kewenangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Sekarang mengapa urusan hapus atau tidak mengapus utang petambak Dipasena kembali dikait-kaitkan dengan SJN [Sjamsul Nursalim]?" kata Maqdir dalam keterangan tertulis, Selasa (11/6).

Maqdir mendalilkan demikian karena menurutnya, Sjamsul sudah melunasi seluruh kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) atau Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham-PKPS atas seluruh kewajiban terkait BLBI yang diterima BDNI. Salah satunya, menyerahkan utang petambak kepada BPPN.

Adapun MSAA ditandatangani pihak pemerintah bersama Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada tahun 1998. Perjanjian MSAA tersebut telah terpenuhi (closing) pada tahun 1999, sehingga pemerintah menerbitkan Surat Pembebasan dan Pelepasan atau Release and Discharge (R&D).

R&D tersebut, lanjut Maqdir, dikuatkan dengan Akta Notaris Letter of Statement. Inti R&D dan Akta Notaris Letter of Statement tersebut adalah Sjamsul Nursalim telah menyelesaikan seluruh kewajibannya dan melepaskan yang bersangkutan serta afiliasinya dari segala tuduhan hukum yang mungkin ada hubungannya dengan BLBI dan lainnya.

Bukan hanya itu, kata Maqdir, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengonfirmasi bahwa Sjamsul Nursalim telah memenuhi seluruh kewajibannya terkait dana BLBI yang diterima BDNI sebagaimana tertuang dalam auditnya pada tahun 2002.

"Dengan demikian, sejak tahun 1998-1999, seluruh aset termasuk utang petambak Dipasena telah sepenuhnya milik dan di bawah kendali pemerintah. Apakah akan diberikan keringanan (haircut), dihapuskan, ataupun dijual sudah sepenuhnya kewenangan pemerintah, bukan lagi kewenangan SJN," ujar Maqdir.

Urusan penghapusan utang petambak Dipasena kepada BDNI pada 2004 merupakan kesalahan Syafrudin Arsyad Temenggung selaku kepala BPPN kala itu sebagaimana vonis 15 tahun penjara yang diketok pengadilan.

"Selain itu, kalau terjadi kerugian negara akibat penjualan aset Dipasena, dapat dipastikan hal itu terjadi bukan atas persetujuan Bapak dan Ibu Sjamsul Nursalim," katanya.

KPK menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) soal BLBI yang diterima BDNI. Mereka disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemerantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.