Jakarta, Gatra.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan poin-poin pembelaan dari kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail sudah dibantah oleh fakta persidangan.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah membeberkan bahwa dalam persidangan yang memeriksa Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, sudah dibuktikan bahwa Sjamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) melakukan misrepresentasi.
Sjamsul memasukan piutang petani tambak Rp4,8 Triliun, sedangkan utang para petani tambak tersebut ternyata piutang macet.
"Hakim juga menolak pembelaan penasihat hukum terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung saat itu berkait dengan Release and Discharge kepada SJN (Sjamsul Nursalim)," ujar Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (11/6).
Masih menurut Febri, setelah dilakukan Financial Due Diligence (FDD) yang menemukan utang petambak tersebut dalam keadaan macet, BPPN kemudian menyurati Sjamsul untuk menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 Triliun. Namun Sjamsul katim itu menolak dengan alasan kredit petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK).
“Karena itu hakim menilai penolakan itu justru bertentangan dengan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA),” katanya.
Namun, pada April 2004, malah terjadi penandatanganan Akta Perjanjian Penyelesaian oleh Syafruddin dengan istri Sjamsul, Itjih Nursalim. Kata yang menyatakan pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di MSAA. Lalu diterbitkanlah Surat Keterangan Lunas SKL-22 untuk Sjamsul Nursalim.
Sedangkan terkait tudingan Maqdir yang menyatakan KPK mengabaikan laporan audit BPK 2002 dan 2006, menurut Febri dapat dikesampingkan. Karena setelahnya ada audit BPK pada tahun 2017.
Febri mengeklaim audit tersebut lebih bertujuan menghitung kerugian negara dan semua dokumen yang dijadikan dasar untuk melakukan audit diperoleh dari penyidik.
Namun dibalik perdebatan itu, Febri mengatakan lebih baik jika pihak kuasa hukum untuk membantu menghadirkan Sjamsul dan Itjih, agar dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan tersangka pun juga memberikan keterangan sesuai dengan data dan apa yang diketahui.
"KPK memandang akan lebih baik jika pihak kuasa hukum SJN dan ITN membantu menghadirkan para tersangka, agar proses hukum ini segera berjalan dengan baik, " kata Febri.