Jakarta, Gatra.com – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Toko Tani Indonesia (TTI) kerap melakukan operasi pasar sebagai upaya menstabilkan harga bahan pokok. Namun, kehadirannya dikeluhkan oleh sejumlah pedagang.
“Sekarang kantor pertanian ikut jualan, dulu kan cuma urus pertaniannya. Lah bagaimana itu, kasihan orang yang dagang begini,” keluh seorang pedagang sayuran Pasar Minggu, Suwarti.
Menanggapi hal tersebut, Manager TTI Center, Inti Pertiwi Nashwari menganggap sepinya pembeli gara-gara TTI bukan menjadi alasan. “Berapapun stok yang kita punya, kita nggak bisa menyaingi stok di pasar. Kita cuma berapa persennya sih?” ungkapnya kepada Gatra.com.
Inti menganggap keluhan tersebut muncul karena masyarakat punya pilihan. Menurutnya, apabila TTI menyediakan barang yang lebih murah, masarakat pasti akan memilihnya.
Alih-alih mengeluh, Inti menghimbau kepada para pedagang agar bersaing dengan TTI dengan menurunkan harga produknya. “Bagaimana kita menyikapinya? Harapan kita mereka (pedagang) mengikuti harga kita,” ujarnya.
Ia berharap pedagang tidak mengambil selisih keuntungan (margin) terlalu besar saat menjual dagangannya. “Misalnya kalau kita jual cabai merah (keriting) Rp 35 ribu dan dia (pedagang) jual Rp 37 ribu, mereka akan ke dia karena pelanggannya karena udah biasa ke situ,” terangnya.
Kemudian, Ia mencontohkan sepinya pembeli saat Operasi Pasar telur beberapa waktu lalu karena kecilnya selisih harga antara TTI dengan pedagang pasar.
Inti mengungkapkan harga produknya dijual murah karena membeli langsung dari petani. “Pokoknya kalau petani sudah untung, mereka mau jual kesiapapun,” tuturnya.
“Banyak (pedagang) yang merasa terganggu, berarti kami sudah berhasil,” ujarnya.