Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, mengatakan pihaknya akan fokus memulihkan aset negara dalam kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Unit asset tracking berusaha sedemikian rupa bekerja sama dengan otoritas di luar negeri semaksimal mungkin karena yang penting di perkara ini asset recovery yang pokok dalam perkara ini," kata Syarif di Gedung KPK, Senin (10/6).
Lebih lanjut Syarif menyampaikan bahwa tim KPK juga telah bekerja sama dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Kerja sama itu dilakukan lantaran Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim yang baru ditetapkan sebagai tersangka kasus ini sudah menetap di Singapura.
Menurut Syarif, jika pun nanti keduanya tidak kooperatif memenuhi panggilan, KPK akan menggunakan opsi persidangan in absentia atau tanpa dihadiri terdakwa. Namun KPK tetap mengharapkan Sjamsul dan istrinya dapat bersikap kooperatif.
"Sekali lagi berpikir, sebaiknya kepada yang bersangkutan bisa membela hak-haknya di pengadilan karena di pengadilan in absentia agak susah menghadirkan keterangan yang sepihak," ujarnya.
Selain itu, Syarif juga menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan kasus Sjamsul ini bisa masuk ke ranah Tindak Pidana Pencucian Uang.
KPK menetapkan pemilik saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim sebagai tersangka. Selain Sjamsul, KPK juga menetapkan Itjih Nursalim. Mereka dijadikan tersangka dalam kasus korupsi terkait pemenuhan kewajiban obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus BLBI sebelumnya yang sudah punya putusan inkracht. Dalam putusan, Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN dinyatakan bersalah dan dihukum 15 tahun penjara. Berdasarkan fakta persidangan disebutkan bahwa Syafruddin telah memperkaya Sjamsul sebesar Rp4,58 triliun.
Sebelumnya, pasangan suami istri ini telah beberapa kali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Adapun pemanggilan Sjamsul dan istrinya sudah dilakukan 8-9 Oktober 2018, 22 Oktober 2018 dan 28 Desember 2018. Keduanya belum pernah memenuhi panggilan dari penyidik KPK.