Medan, Gatra.com - Masyarakat Sumatera Utara (Sumut) berharap komponis Nahum Situmorang diangkat menjadi pahlawan nasional. Harapan itu kembali mencuat di sejumlah media sosial dan grup WA, beberapa hari terakhir.
Ketua Umum Yayasan Karya Cipta Abadi Komponis Guru Nahum Situmorang, Andar Situmorang, membuat surat terbuka kepada Presiden Jokowi yang isinya meminta agar Nahum diangkat menjadi pahlawan nasional. Surat terbuka itu mendapat berbagai reaksi dari masyarakat. Menanggapi itu, salah seorang pegiat seni tradisi Batak Thompson Hutasoit atau yang akrab dipanggil Thompson Hs, kepada Gatra.com, Senin (10/6) mengatakan, ketokohan Nahum tidak hanya pada lagu yang dia ciptakan. Tetapi juga bisa dikaitkan dengan perannya sebagai guru pada masanya.
Baca Juga : Tokoh Batak Bentuk YPKB
"Semalam saya sempat baca soal itu dibicarakan netizen di media sosial. Harapan itu dikaitkan dengan pertanyaan, kontribusi apa yang diberikan Nahum Situmorang secara nasional? Pertanyaan itu mungkin dikaitkan dengan lagu-lagu nasional atau kebangsaan seperti dari Cornel Simanjuntak," ujarnya.
Peraih Anugerah Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2016 ini, karya lagu Nahum yang mencerminkan kebangsaan atau tanah air Indonesia dianggap penting dalam kaitan pengajuan itu untuk menjadi pahlawan. "Menurut saya juga hal itu tak perlu dipaksakan kalau hanya pada karya lagu. Tapi sisi lain dari perannya sebagai guru pada masanya bisa dikaitkan," tambahnya.
Hal sama juga disampaikan seniman Batak lainnya, Idris Pasaribu. Idris yang sempat menyaksikan langsung kesenimanan Nahum Situmorang mengatakan, Nahum adalah komponis yang merakyat. Lagu-lagunya romantis dan meski hampir satu abad, lagu-lagunya masih terus dinyanyikan dan diproduksi ulang. Hal itu dikatakannya dalam sebuah seminar tentang Nahum belum lama ini di Taman Budaya Sumatera Utara, Jalan Perintis Kemerdekaan No 33 Medan.
"Setidaknya dari 171 lagu yang diciptakannya, sebagian besar sangat populer di masyakarat Indonesia," kata Idris. Ia mencontohkan sejumlah lagu Nahum yang masih diingat masyarakat hingga kini. Antara lain, "Pulo Samosir" "Maragam-ragam", "Lisoi", "Situmorang""Ketabo-ketabo" "Rura Silindung" dan sebagainya. "Dia adalah musisi legendaris yang kaya akan warna musik. Dari pop, jazz, keroncong, blues dia kuasai. Karyanya juga berangkat dari realita masyarakat. Dia seniman yang sangat peka," kata Idris.
Ditambahkan Idris, dalam mencipta lagu, Nahum punya cara yang unik. Dimanapun dia singgah ke warung kopi, dia membawa sekotak korek api yang masih baru. Saat ide datang, sambil bergumam dia akan menyusun batang korek api seperti layaknya menyusun partitur not balok. Begitulah dia cara menghafal nada yang datang tiba-tiba di kepalanya, terang Idris.
Hal sama juga disampaikan dosen musik dari Universitas Nommensen, Harry Dikana Situmeang. Menurut Harry, Nahum adalah seniman nasionalis yang banyak mengangkat realitas yang terjadi di sekitarnya. Ketika banyak musisi Batak yang memilih tema-tema nasionalis dengan eksklusivismenya itu, Nahum justru bergerak dari bawah. "Ia mengeksplorasi potensi yang ada di daerahnya sendiri. Ia menggerakkan energi dalam diri masyarakat. Karena itu, lagu-lagunya kaya akan tema. Mulai dari sosial, budaya, cinta tanah air. Baik sifatnya yang elegi, balada maupun epos," kata Harry.
Nahum sendiri lahir di Sipirok, Tapanuli Utara, 14 Februari 1908. Selama hidup, selain menjadi pemusik, Nahum juga pernah menjadi guru dan mekanik. Ia juga pernah ikut kompetisi mencipta lagu kebangsaan Indonesia yang dimenangkan WR Supratman. Kabarnya lagu ciptaannya menduduki peringkat kedua. Nahum meninggal pada 20 Oktober 1969 dan dimakamkan di TPU Gajah Mada, Medan.