Sleman, Gatra.com - AirNav Cabang Yogyakarta menerima sedikitnya 11 laporan dari pilot mengenai balon udara liar yang terbang di jalur pesawat, pada Selasa (4/6) hingga Jumat (7/6). Jumlah balon udara yang membahayakan penerbangan ini pada Lebaran ini disebut tak sebanyak tahun lalu.
"Pada 2018 lalu sebanyak 26 laporan pada periode yang sama tahun ini. Selain itu, tahun ini juga belum ditemukan ada yang ekstrim, seperti memakai gas elpiji tiga kilogram," kata General Manager (GM) AirNav Cabang Yogyakarta Nono Sunaryadi saat ditemui di kantornya, Jumat (7/6) sore.
Ketinggian balon udara liar itu di kisaran 27 ribu-30 ribu feet atau 9-10 kilometer di atas daratan. "Jalur pesawat 24 ribu feet atau bisa di atas 30 ribu feet. Jadi balon udara liar itu terbangnya sudah memotong jalur pesawat," ujarnya.
Menurut Nono, AirNav telah menerapkan upaya persuasif untuk mengurangi penerbangan balon udara liar ini. AirNav telah melakukan sosialisasi ke masyarakat, tokoh, hingga aparat pemerintah di wilayah yang mempunyai tradisi menerbangkan balon udara, seperti di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Untuk upaya mitigasi, AirNav juga mengeluarkan notam atau notice to airman kepada personel operasi penerbangan agar berhati-hati jika menemui balon udara liar.
Selain itu, Air Traffic Controller (ATC) juga meningkatkan kewaspadaan terhadap peluncuran balon udara liar. Setiap penerbangan diberi informasi berdasarkan pilot report sebelumnya. "Jadi laporan pilot kami rekap, kemudian para controller memberi info ke pilot pesawat lain," katanya.
AirNav juga mengadakan festival balon udara di Wonosobo pada Juni ini. Langkah ini supaya penerbangan balon tidak liar sekaligus menjadi potensi wisata untuk meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
"Penerbangan balon udara ini boleh, tapi ada ketentuannya. Harus diikat atau ditambat, diameter balon 4 meter dengan tinggi 7 meter. Kemudian terbangnya maksimal ketinggian 150 meter," katanya.
Aturan ini sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018. Ketika melanggar, ada aturan pidana yakni UU Nomor 1 Tahun 2009 dengan hukuman maksimal 2 tahun dan denda 500 juta. "Sampai kini belum ada yang ke ranah pidana," ucapnya.
Nono menjelaskan risikonya fatal jika balon udara itu mengenai atau masuk ke mesin pesawat. Pesawat bisa mengalami kecelakaan. Awak dan penumpang menjadi korban, apalagi bila pesawat itu jatuh di area padat penduduk.
Selain itu, aturan dunia penerbangan sarat dengan ketentuan internasional. Kecelakaan pesawat akibat balon udara liar akan menjadi sorotan dunia.
"Bisa jadi pesawat asing tidak boleh masuk ke Indonesia karena dianggap tidak aman. Bisa dibayangkan bagaimana dampak ekonominya," pungkasnya.