Jakarta, Gatra.com - Terdakwa kasus hoaks Ratna Sarumpaet akan menjalani sidang lanjutan pada 18 Mei 2019 dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi). Kuasa Hukum Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin menuturkan terdapat dua hal yang dipersiapkan. Pertama seputar pembelaan secara pribadi oleh Ratna dan kedua yaitu pembelaan dari kuasa hukum.
Menurutnya kebohongan Ratna hanya untuk kepentingan pihak keluarga, bukan bermaksud disebar ke publik. Namun ternyata meluas dan menjadi konsumsi publik.
"(Yang pertama) persiapan pembelaan secara pribadi, untuk melihat sisi kemanusiaan sejak awal sampai saat ini secara menyeluruh. Fakta persidangan terbukti bahwa Bu Ratna Sarumpaet tidak pernah menyebarkan ke publik," kata Insank saat dikonfirmasi oleh Gatra.com, Jumat (7/6).
Insank mengatakan pembelaan selanjutnya oleh tim kuasa hukum, mengacu pada pasal 14 nomor 1 tahun 1946. Ini merupakan delik materil terhadap perkara persidangan. Ia menyayangkan kliennya terjerat pasal tersebut. Padahal berdasarkan fakta persidangan, Ratna tidak terbukti melakukan hal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Keonaran yang disusun oleh jaksa dan diformulasikan, menurut saya sangat keliru sekali. Demonstrasi yang jumlahnya 20 orang, cuitan silang pendapat di media sosial disebut keonaran. Sementara ahli dari Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri mengungkapkan tidak ada keonaran di media sosial,” ujarnya.
Ia menjelaskan ahli hukum pidana juga telah memberikan uraian terkait maksud dari pasal 14 ayat 1 tahun 1946. Sebelumnya, 20 orang melakukan demonstrasi di depan Polda akibat kasus kebohongan Ratna. Meski, aksi tersebut berjalan damai dan tidak merusak fasilitas umum.
"Makanya saya katakan ini sangat keliru ketika Ratna didakwa dengan pasal 14 ayat 1. Itu yang harus diuji keonaranya. Keliru sekali," tegas Insank.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet dengan tuntutan 6 tahun penjara. JPU berpendapat Ratna sudah menyebarkan berita bohong terkait penganiayaan.
Karena itu, Jaksa menganggap Ratna telah melanggar pasal pidana yang diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.