Sleman, Gatra.com - Riak-riak perpecahan bermunculan usai gelaran pemilu terutama pemilihan presiden. Antara lain dari kalangan purnawirawan TNI dan beberapa tokoh daerah yang melontarkan isu referendum.
Ulama yang juga mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma'arif mengatakan mendapat informasi dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) soal perpecahan itu karena perbedaan dukungan capres.
"Ada di kedua belah pihak, (capres) 01 dan 02. Mereka seperti berhadapan. mudah-mudahan kecil jumlahnya," kata Buya, sapaan hormatnya, saat ditemui di Masjid Nogotirto di dekat rumahnya di Gamping, Sleman, DIY, Selasa (4/6) siang.
Buya menjelaskan, para purnawirawan ini memang sipil, tap selama puluhan tahun sebagai TNI. Mereka pasti masih mempunyai jaringan. "Kita harus berhati-hati sekali. Kita harus terus menumbuhkan kesadaran semangat nasionalisme dan patriotisme kita," ucapnya.
Selain itu Buya juga meminta agar Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI-Polri (Pepabri) Agum Gumelar turun tangan menangani kondisi ini. Menurut Buya peran Agum cukup vital menekan perpecahan ini.
"Persatuan purnawirawan Angkatan Darat harus turun tangan. Jangan dibiarkan begini. Dipanggil mereka, diajak bicara baik-baik. Supaya fenomena dari atas ini (perpecahan) bisa ditekan," katanya.
Adapun soal seruan referendum dari Aceh dan Sumatera Barat, menurut Buya, hanya berupa riak-riak kecil. Namun jika merupakan fenomena puncak gunung es, seruan ini akan sangat berbahaya.
"Ini harus cepat diantisipasi, tebas pucuknya. Bagaimana caranya? Bukan dengan kekerasan, tapi dengan penyadaran," kata Buya.
Buya juga berharap, presiden periode 2019-2024 tidak menjadi presiden bagi pendukungnya saja. "Tapi presiden bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan pilih kasih. Memang keadaan seperti ini (terpecah)," pungkasnya.