Yogyakarta, Gatra.com - Aneka rupa figur warna-warni bergelantungan di langit-langit ruang pameran. Tampak figur-figur tersebut berwujud manusia, hewan, tumbuhan, dan macam-macam lainnya. Bila diperhatikan seksama, mereka terbuat dari tepung beras.
Orang Bali menyebutnya jajan sarad, yakni sesajen yang dipersembahkan orang Bali kepada para dewata. Konon, warna-warni jajan sarad melambangkan energi negatif yang terpancar di bumi.
Seniman I Made Agus Darmika mempertunjukkan jajan sarad lewat pameran tunggal pertamanya di galeri Kedai Kebun, Yogyakarta, Jumat, (31/5). Pameran bertajuk “I Wish To Have This Conversation With You” ini digelar sampai 20 Juni 2019.
Sang seniman menjadikan jajan sarad sebagai medium seni sejak dua tahun lalu, kala ditinggal wafat ibunya. “Membuat jajan sarad adalah kebiasaan ibuku di masa tuanya,” ujar Solar, panggilan akrab Agus Darmika.
Solar membagi instalasi seninya dalam tiga tempat. Tiap-tiap instalasi melambangkan situs hidup orang Bali. Di tengah ruang pameran, jajan sarad yang bergelantungan memperlihatkan figur-figur manusia dan hewan. Menurut Solar, bagian ini melambangkan daratan tempat manusia tinggal.
Jajan sarad di bagian tengah diapit dua bagian lain yang masing-masing melambangkan laut dan gunung. Pada bagian laut, tampak jajan sarad berupa makhluk laut semacam ikan dan gurita. Solar merangkai jajan sarad di bagian laut ini bagai tetesan air.
Bagian terakhir dari karya Solar membentuk segitiga yang melambangkan gunung. Figur yang terdapat di bagian ini terdiri dari hewan dan tumbuhan. Di pucuknya, jajan sarad tampak berbentuk awan-awan berwarna-warni.
Penempatan karya di pameran ini juga dipertimbangkan oleh Solar. Solar menempatkan bagian gunung di sisi utara, sedangkan laut di sisi selatan. “Bagi orang Bali, Gunung Agung berada di utara dan laut ada di selatan,” ujar Solar.
Baca Juga: Menikmati Lukisan-lukisan dari Negeri 1001 Malam, Minus Aladdin
Kurator pameran ini Sita Magfira beranggapan, jajan sarad menjadi titik balik berkesenian sang seniman yang kembali ke kebudayaannya sendiri.
“Aku melihatnya sebagai proses pulang, kembali ke ibu dan budayanya Solar,” ucap Sita saat memberi sambutan di pembukaan pameran.
Dalam tulisan kuratorialnya, Sita menuturkan bahwa jajan sarad menjadi jalan Solar menggapai ibunya. Selain ekspresi seni, jajan sarad adalah medium percakapan Solar dengan sang ibu.
Selain karena ibunya bekerja sebagai pembuat jajan sarad, Solar juga lebih mengenal ibunya lewat percakapan dengan para tetangga kala terlibat membuat jajan sarad.
Di sudut lain pameran ini, Solar menyediakan dua buku dan sepiring jajan sarad yang boleh dimakan. Di atas meja itu, Solar mengajukan pertanyaan bagi orang-orang yang hadir. “Kalau diberi kesempatan, dengan siapa kamu ingin ngobrol dan tentang apa?” tulis Solar.
Melalui pameran ini, Solar seakan ingin membangun percakapan dengan dirinya sendiri, ibunya, dan orang-orang yang membagi kisahnya di buku yang dia sediakan. Dengan nuansa silaturahmi itu, pameran ini juga bisa menjadi tujuan alternatif saat menikmati libur Lebaran di Yogyakarta.
Reporter: Abilawa Ihsan