Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terkait Penyidikan Penyalahgunaan Izin Tinggal di Lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2019 pada Rabu (29/5).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan penyidik menyisir Kantor Imigrasi Kelas I Mataram. Lalu dilakukan penggeledahan di kantor PT Wisata Bahagia. Kantor tersebut merupakan kantor tersangka Liliana Hidayat (LIL).
Dari kegiatan penggeledahan tersebut, Tim Komisi Antirasuah menyita sejumlah dokumen terkait perkara yang sedang berjalan di imigrasi. Karena sebelumnya diketahui kasus ini berawal saat pihak Imigrasi Kelas I Mataram mengamankan dua Warga Negara Asing (WNA) dengan inisial BGW dan MK.
KPK menduga BGW dan MK menyalahgunakan izin tinggal, menggunakan visa sebagai turis biasa. Namun ternyata malah bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. 2 WNA ini dianggap melanggar Pasal 122 Huruf a Undang Undang Nomor 6 tahun 2011.
"Karena salah satu latar belakang terjadinya suap adalah proses hukum. Dua orang WNA sedang ditangani pihak imigrasi," kata Febri di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Rabu (29/5).
Lebih lanjut, Febri mengatakan KPK menyita sejumlah dokumen administratif yang terkait dengan posisi tersangka sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pejabat di Imigrasi.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie (KUR) sebagai tersangka. Ia dijadikan tersangka bersama Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor imigrasi Kelas I Mataram, Yusriansyah Fazrin (YRI) dan Direktur PT. Wisata Bahagia, Liliana Hidayat (LIL).
Kurniadie dan Yusriansyah diduga menerima uang suap sejumlah Rp1,2 miliar. Uang suap tersebut dari Liliana terkait perkara yang sedang ditangani oleh Penyidik PPNS Imigrasi di Kanim Mataram.
Atas perbuatannya, Kurniadie dan Yusriansyah Fazrin selaku penerima suap dianggap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara pihak yang diduga pemberi Liliana disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.