Home Politik 4 Anggota DPRD Kalteng Dituntut 6 dan 7 Tahun Penjara

4 Anggota DPRD Kalteng Dituntut 6 dan 7 Tahun Penjara

Jakarta, Gatra.com - Empat Anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) menjalani sidang pada Kamis (29/5) dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat. 

Empat terdakwa dituntut telah melakukan  tindak pidana korupsi bersama terkait fungsi dan pengawasan Komisi B DPRD Kalteng dalam bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan dan lingkungan hidup di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pada 2018.

Dua anggota DPRD itu adalah ketua Komisi B Borak Milton dan Sekeretaris Komisi B Punding Ladewiq. Keduanya dituntut 7 tahun pidana penjara. Keduanya juga harus membayar denda Rp200 juta subsider 3 bulan. Selain itu, Pengadilan Tipikor mencabut hak pilih dalam jabatan publik selama 3 tahun. Terhitung sejak para terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

Borak dan Punding diyakini menerima suap senilai Rp240 juta dari Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Edy Saputra Suradja.

"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama sama, yaitu menerima uang sebesar Rp240 juta dari PT Binasawit Abadi Pratama," kata jaksa KPK, Takdir Suhan saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (29/5).

Menurut jaksa, tuntutan kedua terdakwa ini selaku wakil rakyat telah menyalahgunakan jabatan.

Kemudian mereka cenderung tidak tegas saat memberikan keterangan dan tidak mengakui perbuatannya. Sementara hal yang meringankan yakni keduanya belum pernah dihukum sebelumnya. 

Sementara dua orang legislator lainnya, jaksa menuntut 6 tahun penjara kepada Edy Rosada dan Arisavanah dan denda Rp200 juta subsider atau 3 bulan kurungan. Edy dan Arisavanah juga mendapatkan sanksi pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun, terhitung sejak selesai menjalani pidana pokok.

"Hal yang memberatkan para terdakwa mencederai amanat yang diemban selaku wakil rakyat. Hal yang meringankan para terdakwa belum pernah dihukum," kata Jaksa KPK mempertimbangkan kasus Edy dan Arisavanah.

Kasus ini berawal dari sejak Komisi B tersebut menemukan malah pembuangan limbah pengolahan sawit oleh PT BAP.  Selain itu juga diketahui perizinan perusahaan itu juga bermasalah, antara lain Hak Guna Usaha (HGU), izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan jaminan pencadangan wilayah, karena diduga lahan sawit tersebut berada di kawasan hutan.

Untuk itu, dari pertemuan-pertemuan tersebut disepakati mahar Rp240.  Mahar tersebut sebagai imbalan untuk pihak DPRD agar membuat press release terkait HGU PT. BAP tidak bermasalah. Kemudian PT. BAP juga meminta agar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh terkait perusahaannya tidak jadi dilaksanakan.

Empat wakil rakyat Kalten ini melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP pidana.    


 

192