Jakarta, Gatra.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pemberian uang kepada Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin adalah ilegal. Dalih sebagai bisyarah tidak menggugurkan pemberian tersebut terkait jabatan menteri.
Terlebih, kata Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (29/5), pemberian uang tersebut bertepatan dengan seleksi pengisian jabatan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag).
"Bisyarah itu kan istilah yah bantuan atau ucapan terima kasih, tapi kan kita tidak bisa melepaskan antara bisyarah itu dengan jabatan Menteri Agama," ungkapnya.
Penuntut umum KPK optimistis bisa membuktikan semua dakwaan terhadap Haris. "Kalau dari hasil penyidikan, kami meyakini ada seperti dituangkan dalam persidangan dakwaan ini," ujarnya.
Sebelumnya, dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanudin, jaksa mendakwa Haris menyuap Anggota DPR Muchammad Romahurmuziy dan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Lukman menerima uang suap senilai Rp70 Juta. Suap tersebut sebagai komitmen dari bantuan untuk meloloskan dan melantik Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
Terkait dengan dalih menggunakan istilah 'Bisyarah', Jaksa menilai bahwa konteksnya tidak bisa dilepaskan dari jabatan sebagai Menteri Agama. Apalagi momennya saat itu bertepatan dengan seleksi pejabat di Kementerian Agama.
"Bisyarah itu kan istilah yah bantuan atau ucapan terima kasih, tapi kan kita tidak bisa melepaskan antara bisyarah itu dengan jabatan Menteri Agama," ungkapnya
Sebelumnya pengacara dari Haris Hasanudin, Samsul Huda Yudha beralasan bawah pemberian dari kliennya tersebut dengan ungkapan 'Bisyarah'. Ia menjelaskan bahwa itu adalah istilah untuk pemberian penghargaan kepada pemimpin dalam tradisi pondok pesantren.
Kembali ke Jaksa KPK, Wawan, Ia menegaskan bahwa seperti apapun istilah dan bentuk pemberian tersebut adalah ilegal. Bagaimanapun juga Menteri dalam setiap kunjungannya sudah dibiayai dan difasilitasi oleh negara.
"Sebenarnya itu kan sifatnya, tarikan itu ilegal gitu ya, jadi kan itu enggak tahu sumber duitnya dari mana untuk operasional menteri selama di luar daerah itu," pungkasny