Home Milenial Institut Seni Ditantang Adaptif terhadap Revolusi 4.0

Institut Seni Ditantang Adaptif terhadap Revolusi 4.0

Bantul, Gatra.com- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemerintekdikti) meminta kampus seni di Indonesia adaptif dengan perkembangan teknologi informasi dalam revolusi industri 4.0. Perkembangan teknologi dinilai dapat membantu bidang seni untuk menghasilkan karya secara optimal.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan  Kemenristekdikti Ismunandar saat memberikan pidato dalam Dies Natalis  ke-35/Lustrum ke-7 Institut Seni Indonesia (ISI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (29/5).

Ismunandar membawakan materi berjudul "Tantangan dan Peran Perguruan Tinggi serta Lulusannya dalam Menghadapi Era Industri 4.0". Ia melihat revolusi industri 4.0 adalah revolusi kemanusiaan yang berbeda dengan revolusi sebelumnya.

"Di era ini hadir berbagai teknologi canggih yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Kehadirannya diprediksi menghilangkan beberapa pekerjaan karena diotomatisasi dan robotik. Padahal revolusi sebelumnya malah menghadirkan pekerjaan," katanya.

Di era ini, Ismunandar melanjutkan, tantangan yang dihadapi manusia dinilai sama dengan tantangan pada revolusi sebelumnya. Tinggal bagaimana setiap individu mampu beradaptasi dengan perkembangan tersebut. Demikian juga di dunia kesenian dan industri kreatif.

Menurutnya, dalam industri seni, kehadiran teknologi baru seharusnya mampu memberi dampak positif bagi para pelakunya. Kehadiran komputer dan sistem kecerdasan buatan bisa menjadi mesin untuk menghasilkan karya seni yang lebih presisi.

"Seperti seniman patung. Ketika hasil karyanya dikerjakan oleh mesin, senimannya secara bersamaan juga memiliki banyak waktu luang sehingga dapat melakukan hal-hal kreatif lainnya," ujarnya.

Karena itulah, sebagai lembaga yang memberikan pendidikan ke anak bangsa, institut seni dituntut untuk terus berubah dan menyesuaikan kurikulumnya. Ada empat langkah penting yang bisa dijalankan.

"Pertama adalah mengubah pola pikir pengambil kebijakan di institut. Kedua pengembangan dan peningkatan literasi baru yang menyangkut literasi data, teknologi dan manusia," lanjutnya.

Langkah ketiga, akademisi institut seni terus bersinergi dengan pemerintah, pelaku bisnis, komunitas, dan media untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan kreatif. Terakhir adalah kurikulum terus dikembangkan secara multidisiplin.

Dalam sambutannya, Rektor ISI DIY Agus Burhan membenarkan bahwa kehadiran teknologi memiliki peluang menjadi perpanjangan tangan untuk mengembangkan karya seni tanpa menghilangkan nilai-nilai potensi diri.

"Karya-karya seni rupa yang dihasilkan dari teknologi baru telah melahirkan kemungkinan baru yang begitu mengejutkan. Dunia seni kiranya tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi,"katanya.

Namun secara internal, Agus mengatakan peningkatan kurikulum di ISI DIY terkendala peralatan canggih terutama studio musik dan pertunjukkan. Perkembangan kedua industri seni kreatif ini tidak bisa dilepaskan dari kecerdasan buatan.

"Karena keterbatasan dana, kami berharap Kementerian bersedia membantu penyediaan alat ini agar proses pembelajaran bisa meningkat mutunya," kata Agus.

 

986