Bogor, Gatra.com - Rektor Institut Pertanian Bogor, Arif Satria menjelaskan bahwa pemahaman petani terhadap teknologi pertanian masih beragam.
“Ini tentunya menjadi tantangan di Indonesia,” katanya kepada wartawan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman (Puslitbangtan), Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/5).
Arif menerangkan bahwa Indonesia berbeda dengan negara maju dimana impementasi teknologi pertanian sudah lama dilakukan.
“Di Indonesia penerapannya beragam, ada yang 1.0, ada yang 2.0, ada yang 3.0, dan ada yang 4.0. Semuanya ada di Indonesia,” ujarnya.
Padahal, lanjut Arif transfer teknologi sangatlah penting untuk mempercepat adopsi kepada para petani.
“Ada science technopark sebagai institusi yang menjadi jembatan antara pelaku usaha dan lembaga teknologi,” ujarnya.
Ia menyebut salah satu peran IPB dalam merujudkannya adalah pengembangan program peningkatan literasi digital di 17 Kabupaten, 8 provinsi, dan 45 komunitas petani.
“Meski masih ada ketertinggalan pada petani-petani kecil,” katanya.
Persoalannya lanjut Arif kadangkala penerapan teori-teori pembangunan yang dari barat tidak mampu memberi jawaban terkait fenomena yang ada di lapangan.
Namun, pihaknya tetap akan mempersiapkan kerangka kelembagaan di tingkat lapak untuk membina para petani kecil.
“Untuk itu perlu kerjasama antar petani. Ini perlu penguatan dan transformasi Gapoktan, sehingga bisa lebih lincah,” ungkapnya.
Arif pun menyarankan untuk mendorong penyuluh peranian berjiwa sociopreneur dan mampu menjadi manajer yang baik bagi para petani.
“Tantangan menghasilkan dan menyediakan socioprener atau farm manager. Kesenjangan (pemanfaatan teknologi petani) harus dapat diatasi, sehingga semua lokomotif ekonomi dapat dimanfaatkan,” katanya.