Depok, Gatra.com - Politik dinasti masih menjadi isu yang melekat dalam perpolitikan Indonesia. Mulai dari pemilihan kepala daerah (pilkada) sampai ke pemilihan umum (pemilu) unsur kekerabatan antara calon dengan sejumlah pejabat dan elit politik masih tercatat. Namun, apakah politik dinasti dan politik kekerabatan adalah hal yang buruk? Ternyata memang tidak selalu.
Hal itu dinyatakan oleh Wakil Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Hurriyah ketika ditemui Gatra.com di Gedung B FISIP UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (28/5).
"Politik dinasti atau kekerabatan tidak menjadi hal yang tabu selama fungsi dasar partai politik masih berjalan. Karena kan fungsi parpol itu sederhana, melakukan kaderisasi politik," ucapnya.
Hurriyah mencontohkan apa yang terjadi dalam politik di Amerika Serikat (AS), dimana keturunan dan kerabat mantan presiden John F. Kennedy terlibat dalam politik. Menurutnya, yang terjadi di Amerika adalah contoh politik dinasti yang relatif positif.
Karenanya Hurriyah mengatakan model politik seperti di Amerika Serikat adalah orang itu menjadi wakil dan terwakil. Kalau ada kandidat yang tidak melakukan kerja dengan baik, maka tidak akan dipilih lagi.
"Sementara di kita dalam pemilihan kandidat di parpol itu mayoritas sebatas hanya pemilihan untuk menjadi caleg, bukan menjadi kader partai," tambahnya.
Itu yang membuat fungsi-fungsi dasar partai di Indonesia tidak berjalan, sehingga membuat kondisi politik penuh korupsi, kolusi, dan nepotisme. Politik kekerabatan tanpa adanya kualitas dan klientelisme yang hanya didasari nilai-nilai materialistik dan imbalan.