Jambi, Gatra.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi menemukan pelanggaran lingkungan yang dilakukan PT Era Sakti Wira Forestama (EWF). Perkebunan kelapa sawit itu merupakan salah satu perusahaan dari 186 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mendapatkan perizinan dari Pemerintah Jambi.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Rudiansyah, model tata kelola yang dipraktikkan oleh PT EWF hampir sama tata kelola yang sudah dilakukan beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya yang ada di Jambi.
“Penguasaan Wilayah Kelola Rakyat (WKR) dan penghancuran ekosistem, menjadi bagian dari efek samping bawaannya. Hal tersebut ditandai oleh salah satunya dengan pembangunan tanggul sepanjang 9 hingga 11 kilometer dan tinggi 8 meter yang berada di titik koordinat X 0363994 Y 9843401 oleh PT EWF,” kata Rudiansyah kepada wartawan, Selasa (28/5) sore.
Rudiansyah mencontohkan di Desa Rukam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, yang berada di titik koordinat X 0364108 Y 9843991, PT EWF sampai saat ini bukan hanya telah menghilangkan beberapa ekosistem di wilayah gambut setempat akibat pembangunan tanggul, namun sudah mengarah pada praktik monopoli air di wilayah produktif masyarakat.
Menurut Rudi, meningkatnya peristiwa banjir secara kualitas diperburuk dengan kondisi petani di Desa Rukam yang sulit untuk memproduksi pertaniannya secara normal. Alhasil, ujar Rudiansyah, ekosistem ikan yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat Desa Rukam untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari, maupun penambah hasil yang bisa diperuntukkan untuk kebutuhan lainnya menjadi hilang.
"Fakta di lapangan yang sedang terjadi, khususnya di wilayah konsesi PT EWF yang berada di Desa Rukam, membuyarkan kita semua soal nilai-nilai keberlanjutan lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya yang seharusnya menjadi upaya bersama untuk tetap dilindungi dan tetap dijaga," kata Rudiansyah.
Beberapa kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, yang saat ini memiliki potensi untuk meminimalisir dampak buruk dari praktik industri kelapa sawit, belum sepenuhnya diaplikasikan.
"Sehingga alih-alih beberapa kebijakan yang telah dimunculkan bisa menjawab persoalan tentang perkebunan kelapa sawit, sampai saat ini masih terkesan hanya menjadi regulasi tekstual saja," ucapnya.