Jakarta, Gatra.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menilai keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa Ratna Sarumpaet sebagai keterangan yang berpihak dan mengaburkan fakta yang sebenarnya.
Dalam keterangan saksi yang pernah dihadirkan kuasa hukum, mereka mengakui jika Ratna melakukan kebohongan. Namun para saksi menganggap permasalahan selesai ketika Ratna melakukan jumpa pers untuk mengakui kebohonganya.
"Bila kita lihat secara sungguh-sungguh, dapat terlihat semua saksi yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa, yang sedari awal sudah dinyatakan bahwa kasus yang terjadi pada diri terdakwa dengan adanya pengakuan atas berbohong dari terdakwa, dianggap kasus tersebut sudah selesai," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Daroe Tri Sadono saat membacakan tuntutan terhadap Ratna di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/5).
Bahkan pihak JPU menyoroti keterangan para ahli yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa Ratna. JPU menilai mereka sengaja memberikan keterangan seakan Ratna dalam keadaan tidak sadar ketika melakukan kebohongan.
"Ditambah lagi dengan pernyataan seolah-olah terdakwa melakukan tersebut di luar kesadaran. Seakan akan terdakwa mengalami depresi dengan harapan melepaskan terdakwa dari tanggung jawab pidana," ujarnya.
Dengan pernyataan tersebut, JPU sangat meragukan keterangan saksi yang dihadirkan pihak terdakwa Ratna Sarumpaet selama persidangan.
"Untuk itu kita semua harus tetap waspada dikarenakan potensi keberpihakan dan bisa saja pernyataan mereka jauh dari kebenaran," kata dia.
Sebelumnya, salah satu kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin, yakin kesaksian dokter kejiwaan yang menangani dalam sidang pada perisidangan Kamis (9/5) akan meringankan klienya.
Insank meyakini ada faktor depresi yang menyebabkan Ratna berbohong soal jadi korban pemukulan beberapa waktu lalu.
Jika dalam persidangan ini, pihaknya bisa membuktikan bahwa Ratna berbohong lantaran kondisi psikis sedang depresi, dia yakin vonis yang akan dijatuhkan kepada Ratna akan berkurang dari dakwaan jaksa.
Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika foto lebam wajah Ratna Sarumpaet beredar luas di media sosial. Kepada beberapa pihak, Ratna mengaku jadi korban pemukulan orang tidak dikenal di Bandung, Jawa Barat.
Belakangan, Ratna mengklarifikasi bahwa berita penganiayaan terhadapnya adalah bohong atau hoaks. Muka lebamnya bukan disebabkan penganiayaan, melainkan karena operasi plastik.
Ratna didakwa melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Jaksa juga mendakwa Ratna dengan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).