Jakarta, Gatra.com – Penderita HIV ternyata memiliki risiko yang tinggi terserang virus Hepatitis C (koinfeksi dua virus). Biasanya ini akibat dari penggunaan alat jarum suntik secara bergantian, sehingga menimbulkan transmisi virus.
“Banyak sekali orang yang kena HIV itu hampir 80% ada Hepatitis C-nya. Jadi, kalau ada penderita HIV itu wajib diperiksa hepatitis A, B dan C karena transmisinya sama lewat darah menggunakan jarum suntik,” kata Spesialis Penyakit Dalam Divisi Hepatlogi RSCM, dr. Juferdy Kurniawan usai sidang terbuka doktor dalam ilmu kedokteran di Gedung Imeri FKUI, Jakarta Pusat, Senin (27/5).
Lanjut dr. Juferdy, Hepatitis C juga akan semakin parah ketika penderita koinfeksi dua virus ini hanya fokus mengobati HIV saja. Sehingga, kondisi Hepatitis C tidak tertangani dan memperparah imunitas tubuh yang terinfeksi dua virus sekaligus.
“Maka dari itu, penting untuk mengobati Hepatitis C pada populasi ini. Kalau tidak diobati ya akhirnya penderita HIV akan meninggal karena livernya yang rusak. Penting untuk mengetahui bagaimana kita bisa mengobati orang-orang Hepatitis C pada populasi yang ada HIV-nya,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu proses pengobatan kedua infeksi virus ini juga harus memperhatikan hal-hal tertentu. Salah satunya apakah ada mutasi di Hepatitis C-nya yang berperan terhadap keberhasilan pengobatan. “Mungkin pada infeksi agak berbeda dengan koinfeksi karena ya itu tadi agak unik populasinya dengan ada dua interaksi virus dalam satu tubuh manusia,” lanjut dr. Juferdy.
Adapun, untuk mengetahui apakah pasien HIV terserang Hepatitis C perlu dilakukan screening melalui pemeriksaan darah yaitu anti-HCV. Sebab, tidak ada cara lain untuk mengetahui penderita HIV terkena Hepatitis C selain dari pemeriksaan darah.
“Tidak ada gejala. Ada gejala kalau sudah kondisi lanjut. Bisa kita ketahui kalau pasien mengidap Hepatitis C jika kondisinya sudah lanjut. Tetapi kalau sudah lanjut, pengobatannya akan lebih sulit dibandingkan kalau diketahui sejak awal,” imbuhnya.