Jakarta, Gatra.com – Direktur Utama PLN Nonaktif, Sofyan Basir belum memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Senin sore (27/5) pukul 18.30. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menegaskan masih menunggu itikad baik dari Sofyan Basir.
"Ya kami masih menunggu sampai saat ini. Karena ada informasi dari kuasa hukumnya bahwa SFB (Sofyan Basir) akan ke KPK setelah proses pemeriksaan di Kejaksaan Agung selesai," katanya di Gedung KPK, Senin (27/5).
Sofyan Basir menjalani dua pemeriksaan sekaligus. Di Kejaksaan Agung terkait dengan dugaan korupsi pengadaan Marine Vessel Power Plant (tongkang pembangkit listrik terapung / MVPP) PT PLN. Sedangkan di KPK, terkait kasus suap Blackgold Natural Resources Limited. Sofyan mangkir dari panggilan kedua dengan alasan pemeriksaan di Kejaksaan Agung.
"Tim penyidik masih ada di kantor untuk menunggu kedatangan SFB," ujar Febri.
Sebenarnya hari ini, ia akan menjalani penyelidikan sebagai tersangka. Usai berstatus tersangka Bos perusahaan listrik pelat merah ini baru diperiksa sekali, yakni pada Senin (6/5).
Saat itu Sofyan diperiksa selama tujuh jam. Penyidik KPK mencecar 15 pertanyaan, seputar identitas serta tugas pokok dan fungsi selaku Dirut PLN. Selain itu, penyidik juga menanyai Sofyan seputar penandatanganan kontrak dalam kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Seperti yang diketahui, Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (24/4). KPK menduga Sofyan Basir ikut membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih untuk menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama Pembangunan PLTU Riau-1.
Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni M Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Dalam kasus ini Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.