Jakarta, Gatra.com - Ustaz Bachtiar Nasir belum sekalipun memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri usai menyandang status tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS), 3 Mei lalu.
Saat ini, mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI ini masih berada di Arab Saudi. Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya belum akan memanggil paksa Bachtiar. Alasannya, kuasa hukum yang bersangkutan selalu kooperatif.
"Enggak (pemanggilan paksa), kita tunggu komunikasi dengan pengacaranya, pengacaranya kooperatif kok," tutur Dedi di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta, Senin (27/5).
Dikonfirmasi terpisah, salah satu kuasa hukum Bachtiar, Aziz Yanuar menambahkan, pihaknya belum tahu menahu kapan Bachtiar akan tiba di Indonesia. Jika ada informasi lanjutan, tentu ini akan disampaikan kepada pihak berwajib.
”Belum, belum, kami belum dapat info lagi," terang Aziz.
Kasus yang menerpa salah satu tokoh penggerak aksi 212 ini sudah tercium Bareskrim Polri pada 2017 silam. Dimulai dari informasi yang disampaikan Moch Zain lewat akun facebook yang menyebutkan digaan keterkaitan Bachtiar dengan kelompok pemberontak pemerintahan Bassar Al-Assad, Jaysh Al-Islam di Aleppo, Suriah.
Yayasan Indonesian Humanitarian Relief (IHR) yang diketuai Bachtiar telah mengirim logistik kepada kelompok pemberontak. Pada 2017 lalu, Bareskrim Polri memanggil Bachtiar untuk dimintai keterangan. Diduga kuat bantuan dana dari IHR berasal dari YKUS yang salah satu pengelolanya adalah Bachtiar.
Bachtiar Nasir membantah tuduhan ini sebab uang Rp3 miliar dalam rekening YKUS tidak pernah digunakan untuk kepentingan pribadi. Uang tersebut digunakan untuk aksi Aksi 411 pada 4 November 2016 dan Aksi 212 pada 2 Desember 2016 silam. Disamping itu juga untuk membantu sejumlah korban gempa di Pidie, Aceh, serta korban Banjir di Bima dan Sumbawa, NTB.
Bachtiar dijerat dengan Pasal 70 jo Pasal 5 ayat (1) UU No.16/2001 tentang Yayasan, sebagaimana diubah dengan UU No.28/2004 atau pasal 374 KUHP jo Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 63 ayat (2) huruf b UU No.10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3, Pasal 5 serta Pasal 6 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.