Jakarta, Gatra.com - Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong pelaku kericuhan atau kerusuhan di sejumlah titik di wilayah DKI Jakarta pascapengumuman hasil Pilpres dan Pileg 2019, proses hukumnya diminta sesuai konstitusi.
"Kami mendorong aparat penegak hukum untuk memroses hukum pelaku kerusuhan dan aktor-aktor kunci yang harus bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut dengan berpegang pada konstitusi dan hak asasi manusia," kata Komisioner Komnas Perempuan, Azriana Manalu dalam keterangannya di Jakarta dilansir Antara, Minggu (26/5).
Lebih lanjut, Azriana juga menyerukan adanya investigasi yang menyeluruh untuk menindaklanjuti informasi sementara yang dikeluarkan oleh aparat kepolisian dan TNI terkait pola aksi.
Pola aksi itu adalah massa aksi yang tertib di depan Gedung Bawaslu, yang disikapi secara persuasif dan massa yang provokatif hingga anarkis di beberapa tempat, yang membahayakan keamanan bersama.
"Juga terjadi penembakan yang menurut aparat keamanan, bukan bagian dari perintah dan organ senjata aparat keamanan," ujar Azriana.
Selain itu, kata dia, pihaknya membaca bahwa ada provokasi pada titik-titik wilayah percobaan kerusuhan, ada aktor-aktor anarkis di lapangan yang bukan warga setempat, isu yang diembuskan adalah sentimen rasial dan agama, penyerangan terjadi secara bertahap dalam jarak waktu yang singkat.
"Karenanya kami menyerukan masyarakat agar tetap waspada dan tidak mudah percaya pada berbagai hasutan maupun provokasi dalam berbagai bentuk agar kekerasan tidak berulang dan situasi damai dapat diwujudkan," ucap dia.
Komnas Perempuan juga meminta aparat keamanan agar kembali menciptakan situasi kondusif dan mengembalikan rasa aman warga.
"Dan apabila aksi berlanjut, mohon dapat tetap mengedepankan pendekatan persuasif, serta menahan tindakan kekerasan lainnya supaya tidak menimbulkan korban, termasuk melindungi perempuan peserta aksi yang tidak jarang dalam posisi yang merisikokan keamanan mereka," tuturnya.
Komnas Perempuan juga menyerukan elit politik yang sedang bersengketa agar mencegah upaya provokasi, menghormati hukum yang berlaku, tidak berlarut saling menyalahkan serta tidak menambah situasi panas.
"Kedua pihak perlu melakukan rekonsiliasi politik agar sengketa pemilu dapat diselesaikan dengan damai," katanya.
Azriana menambahkan pihaknya meminta pemerintah juga memberikan kompensasi dan pemulihan kepada pihak-pihak yang terdampak kerusuhan, terutama pada keluarga korban meninggal dan terluka.
"Termasuk mereka yang terdampak secara ekonomis karena kerusakan yang ditimbulkan akibat kerusuhan 21-23 Mei 2019," ucapnya.
Menurut data kepolisian, terdapat tujuh orang meninggal dunia (delapan orang menurut Gubernur Jakarta Anies Baswedan) dan lebih dari 541 orang luka-luka dalam kerusuhan sepanjang tanggal 21-23 Mei 2019.