Jakarta, Gatra.com - Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) busana dan aksesori buatan tangan, Ima Dian Khatmawati, mengaku sempat dirugikan akibat kekisruhan 21-22 Mei lalu di Jakarta. Saat itu, banyak jalan ditutup dan kawasan Jakarta menjadi sepi dari aktivitas perbelanjaan karena kondisi yang tidak kondusif.
Pada tanggal itu juga, Ima baru saja memasukkan barang dagangannya ke stan acara Jakarta Fair, Kemayoran. Keputusannya itu diambil menyusul informasi yang mengabarkan bahwa beberapa daerah di Jakarta akan dikepung massa.
"Hari pertama, jujur kami sempat zonk [sepi], karena ada demo-demo. Untung pas tanggal 21 Mei saya loading [barang], jalanan masih kondusif. Saya justru takut kalau loading tanggal 22. Kita dengar ada masalahnya kan tanggal 22, makanya saya usahakan tanggal 21," papar Ima saat ditemui di stan Jakarta Fair, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (25/5).
Ima mengaku setelah itu, perlahan-lahan lapak jualannya ditengok pengunjung. Sabtu kemarin merupakan hari paling ramai dikunjungi sejak awal pembukaan acara tersebut.
Ima menjual mukena, baju hingga kalung. Produknya itu sudah dijajakannya sejak 2013, tepatnya setelah ia keluar dari sebuah perusahaan batik. Partisipasinya di Jakarta Fair sudah dimulai sejak 4 tahun silam. Meski begitu, ia mengaku tak rutin mengikuti event tahunan terbesar di Jakarta ini.
"Sebelumnya gabung dengan teman di Jakarta Fair empat tahun yang lalu. Enggak rutin-rutin banget. Tahun kemarin, enggak ada. UKM cuma ditawarin CD, enggak bisa jualan. Tahun ini baru bisa jualan," kata Ima.
Selama membuka lapak di acara ini, Ima disokong oleh lembaga pemerintah. Kali ini, ia mendapat bantuan dari Kementerian Perindustrian. Ima menjelaskan, sebenarnya ada banyak cara untuk bisa memasarkan produk di pasar rakyat seperti Jakarta Fair.
"Banyak sih link-link dari [Kementerian] Perdagangan, Dekranasda. Ada saja informasi dari pihak mereka. Semua melalui proses kurasi dahulu," ujar Ima.
Untuk menggelar lapak di acara ini, Ima mengaku tak dipungut biaya karena merupakan pedagang binaan dari pemerintah. "Cuma bayar name tag Rp140 ribu untuk 10 hari. Kalau saya bawa tim, saya beli lebih. Telat sedikit, bayar lebih mahal," ungkapnya.
Sementara itu, di balik kesuksesan acara tersebut, Ima membeberkan ada sedikit kendala dalam pelaksanaannya. Ima mengeluhkan posisi lapak yang membelakangi panggung atau pusat keramaian.
"Kan kosong desainnya. Jadi kan kesannya sepi. Kalau mau kita di tengah [gedung]. Kita kan mau jualan," keluh Irma.
Kendati begitu, Jakarta Fair tetap menjadi wadah yang cukup menjanjikan untuknya. Sebab berdasarkan pengalamannya, keuntungannya tak begitu mengecewakan.
Sebagai informasi, durasi pembukaan stan di Jakarta Fair dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama dibuka sejak 22 Mei sampai 31 Juni.
"Tahap kedua, setelahnya itu. Saya mengajukan sebelum lebaran, karena timing jual mukena sebelum lebaran," aku Irma.
Ima menjelaskan, mukena yang ia jual dimulai Rp150 ribu hingga Rp750 ribu. Sementara mukena tenun andalannya dijual Rp400 ribu.
Untuk baju batik dijual Rp100-130 ribu. Terakhir, aksesori kalung dijual Rp50-350 ribu. (EFS)