Home Milenial Dua Kelompok Massa di Mataram Desak Pemerintah Bentuk TPF Kasus Aksi 22 Mei

Dua Kelompok Massa di Mataram Desak Pemerintah Bentuk TPF Kasus Aksi 22 Mei

Mataram, Gatra.com - Ratusan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi Nusa Tenggara (Badko Nusra) menggelar unjukrasa di depan Mapolda NTB, Sabtu (25/5).

Koordinator aksi Furkan dalam orasinya menyinggung meninggalnya petugas pemilu lebih dari 400 jiwa. 

“Kami mendesak pemerintah untuk membentuk tim pencari fakta (TPF) mengungkap tragedi kematian ratusan petugas pemilu di berbagai daerah,” kata Furkan.

Selain itu, Furkan juga meminta Presiden Jokowi bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan menewaskan 8 orang akibat tindakan represif aparat keamanan terhadap pengunjukrasa yang menggelar aksi di depan gedung Bawaslu RI di Jakarta.

“Kami mengecam dan mengutuk tindakan represif aparat kepolisian saat aksi massa 21-22 Mei. Meminta Komnas HAM untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri dalam membubarkan ribuan massa dengan menggunakan peluru tajam serta mendesak Presiden mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto,” kata Ketua Umum HMI Badko Nusra Rizal Mukhlis.

Sebelumnya juga pada Jumat sore (24/5) ratusan mahasiswa Universitas Muhamadyiah Mataram (Ummat) yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa menggedor Mapolda dan KPU NTB. Mahasiswa menyoroti tragedi kematian ratusan petugas Pemilu dan tragedi gerakan kedaulatan rakyat yang menewaskan 8 warga negara.

Kordinator lapangan Ma’aruf dalam orasinya mengatakan, meninggalnya ratusan anggota KPPS merupakan bencana bagi demokrasi Indonesia. Begitupun warga yang masih menjalani perawatan akibat tragedi 22 Mei.

“KPU harus bertanggung jawab. Kami juga mendesak pemerintah dan DPR membentuk Tim Pencari Fakta. Publik berhak tahu apa sebab kematian petugas KPPS. Bukan karena kelelahan seperti yang diklaim KPU” jelas Ma’ruf.

BEM Ummat juga menyinggung tewasnya 8 warga akibat aksi dalam demonstrasi 21-22 Mei. Kepolisian harus bertanggung jawab. Negara tak boleh kehilangan keakraban merespon gerakan rakyat.

Sementara itu Presiden Mahasiswa Ummat, Andi Suratno dalam pernyataan sikapnya menjelaskan, kebebasan rakyat menyampaikan pendapat dihalangi secara transparan bahkan tak jarang didikte dengan UU ITE. 

Terburuk pasal makar. Terbaru, media sosial juga dihakimi hanya karena ketakutan rezim terhadap menguatnya daya kritis publik. Menghindari hoax, keamanan nasional hanya alibi kepanikan rezim ini.

Andi Suratno juga mengungkapkan, indikasi kecurangan pemilu sudah sangat masif. KPU seharusnya bisa memastikan penyelengaraan yang adil, jujur dan beradab.

“Kita tentu tidak ingin mendapatkan presiden dari hasil kecurangan. Ketidak percayaan rakyat terhadap kredibilitas penyelenggara pemilu tak terbendung. Kami menilai ini membahayakn kualitas demokrasi,” katanya.

163

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR