Jakarta, Gatra.com - Peristiwa yang terjadi dalam aksi demonstrasi penolakan hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 21-22 Mei 2019 kemarin melibatkan penggunaan sekaligus penyerangan terhadap ambulans.
"Standar perlakuan ambulans itu sudah diatur dalam hukum internasional. Contohnya seperti di artikel 35 Konvensi Jenewa ke-1 dan artikel 21 dari Konvensi Jenewa ke-4," ucap Ahli Bedah Orthopedi Relawan Medis Medical Emergency Rescue Committe (MER-C), Joserizal Jurnalis di Gedung MER-C, Senen, Jakarta, Sabtu (25/5).
Artikel 35 Konvensi Jenewa menyebutkan tentang penghormatan transportasi korban yang terluka atau sakit dengan alat medis, terlepas apakah itu adalah kendaraan yang memang dikhususkan untuk medis atau yang memang membawa peralatan medis. Jika kendaraan ini jatuh dalam pihak yang terlibat langsung dalam perang, mereka harus menjaga keselamatannya.
Baca Juga: Awak Mobil Ambulance DPC Gerindra Tersangka Kasus Penyerangan 22 Mei
Sementara itu, Artikel 21 Konvensi Jenewa ke-4 berisi aturan mengenai penghormatan dan perlindungan terhadap kendaraan medis. Sesuai aturan ini, kendaraan medis harus mendapat perlakuan sama seperti fasilitas rumah sakit ketika berada di tempat konflik.
Selain itu, terkait dengan kendaraan ambulans yang terafiliasi dengan salah satu partai politik ketika aksi kemarin, Joserizal menjelaskan bahwa kendaraan tersebut tetap harus dihormati.
"Mau itu dari partai atau dari mana pun sama saja, ambulans harus dihormati. Tetapi logo medisnya diharuskan lebih 'ditonjolkan' daripada logo partainya," ucapnya.
Mengenai kendaraan ambulans yang membawa batu-batuan ketika masa aksi, Joserizal belum bisa memberikan komentar, ia menyerahkan pada investigasi terlebih dahulu.