Sleman, Gatra.com - Rektor dan Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan Amien Rais bukan lagi bagian dari kampus tersebut karena sudah pensiun. Alhasil apapun pendapat, pernyataan, dan tindakannya bukan lagi urusan institusi UGM.
Hal ini ditegaskan Rektor Panut Mulyono dan anggota Dewan Guru Besar UGM saat jumpa pers deklarasi 'Seruan Persatuan dan Perdamaian', Jumat (24/5), di Balairung UGM.
Ketua Dewan Guru Besar UGM Koentjoro mengatakan bahwa tindakan Amien yang selama ini dinilai banyak orang memecah belah persatuan adalah tindakan pribadi.
“Karena yang bersangkutan sudah pensiun, segala macam pernyataan dan tindakan beliau tidak lagi berhubungan dengan UGM. Beliau sudah bukan lagi bagian dari kami,” jelasnya.
Amien, doktor ilmu politik, pensiun sebagai pengajar Departemen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Koentjoro menyatakan banyak akademisi sebenarnya memandang Amien Rais berkomitmen pada perjuangannya sejak 1998. Namun seiring perjalanan, ia menilai banyak perubahan pada diri Amien.
Menurut Koentjoro, pernyataan-pernyataan Amien tidak punya tanggung jawab menjaga kondisi bangsa dan seringkali tanpa memikirkan dampak panjangnya.
“Terkait pendapat maupun penyataan yang dikeluarkan (Amien), UGM tidak bisa berbuat apa-apa. Kami hanya bisa mengusulkan kepada keluarga alumni untuk melakukan pendekatan dan meminta kejelasan mengenai apa yang dilakukannya,” kata Koentjoro.
Koentjoro bilang menerima banyak pertanyaan tentang kualitas wawasan kebangsaan Amien hingga bisa mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak mencerminkan nilai kampus kerakyatan ini.
“Kami tegaskan, UGM sepenuhnya menjunjung tinggi nilai kebebasan akademik. Tapi apapun yang dinyatakan oleh beliau tidak lagi berhubungan dengan akademik karena setelah pensiun gelar profesor dan guru besar sudah tidak disandang lagi,” katanya.
Adapun Panut turut menegaskan bahwa Amien sudah purnatugas, sehingga tindakannya tidak berhubungan dengan institusi UGM.
“Itu semua urusan pribadi beliau, sehingga kita tidak bisa melakukan apa-apa,” katanya.
Dalam pernyataan bersama, para akademisi UGM melihat kekerasan di Jakarta pada 21-22 Mei tidak bisa dilepaskan dari perbedaan dan ketegangan selama kampanye. Ketegangan ini menghabiskan sumber daya yang besar.
“Jadi kami meminta kepada semua anak bangsa maupun elit politik untuk bersatu kembali dan membangun negara ini. Jika perbedaan-perbedaan ini terus tumbuh, maka bangsa ini akan tertinggal dari negara lain,” ujarnya.
Selain Panut dan Koentjoro, hadir Dekan Fakultas Hukum Sigit Riyanto, Dosen Fisipol Muhammad Mohtar Masoed dan sejumlah dosen lain.