Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memperpanjang penahanan dua tersangka kasus suap pengangkutan pupuk antara PT. Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT. HTK (Humpuss Transportasi Kimia). Mereka adalah anggota adalah anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan staf PT Inersia, Indung (IND).
“Dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari terhadap tersangka BSP dan IND,” ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Kamis (23/5).
Febri mengatakan bahwa perpanjangan penahanan dilakukan terhitung sejak 27 Mei hingga 24 Juni 2019 mendatang.
Dalam kasus ini KPK menetapkan, anggota DPR Bowo Sidik Pangarso (BSP), Indung (IND) dari PT Inersia, dan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (AWI) sebagai tersangka.
Perkaranya adalah dugaan suap terkait kerjasama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Baca Juga: KPK Pangil Pejabat Kemendag dalam Kasus Bowo
Sebelumnya, tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia. Perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
KPK menjelaskan bahwa uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar. Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar diduga berasal dari penerimaan-penerimaan lain bagi Bowo.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung #selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan terhadap Asty Winasti disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.