Jakarta, Gatra.com - Aksi 22 Mei kemarin menelan banyak korban. Ada 8 orang yang tewas dan sedikitnya 737 orang mengalami luka-luka. Menyikapi data tersebut, Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas pelayanan publik akan segera memanggil pihak kepolisian untuk mengetahui prosedur pengamanan yang diterapkan aparat.
“Sudah ada korban yang jatuh, bahkan sampai meninggal dunia. Maka, dalam waktu dekat kami akan memanggil pihak kepolisian untuk mendengarkan keterangan mereka,” ujar anggota Ombudsman, Ninik Rahayu saat ditemui di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (23/5).
Sebelumnya, Ombudsman telah mendapat laporan adanya salah satu orang yang meninggal karena terkena tembakan peluru yang menembus dadanya. Hal itulah yang menjadi pertanyaan Ombudsman, senjata seperti apa yang boleh digunakan oleh polisi untuk menghalau demonstran. Apakah polisi menggunakan peluru kosong, peluru karet atau peluru tajam.
Anggota Ombudsman lainnya, Adrianus Meliala menambahkan pemanggilan tersebut bukan semata-mata karena Ombudsman mencurigai polisi, khususnya Brimob yang meluncurkan tembakan itu. Tetapi mengonfirmasi tembakan yang dilakukan polisi dengan pertanyaan Menko Polhukam Wiranto yang menyatakan tidak ada anggota polisi yang membawa senjata tajam.
"Pertama adalah karena Polri yang melakukan kontak tembak dengan para demonstran dan yang kedua adalah pernyataan dari Pak Wiranto bahwa tidak ada anggota Polri yang membawa senjata tajam,” katanya.
Sebelumnya, Wiranto memang telah menegaskan tidak ada satu pun pihak kepolisian yang menggunakan senjata berat dalam mengamankan aksi 22 Mei kemarin.