Jakarta, Gatra.com - Manuver Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang seakan-akan mendekat ke pemerintah dengan menemui Presiden Jokowi pasca-Pilpres beberapa waktu lalau memunculkan isu bahwa kedua partai tersebut akan bergabung ke koalisi pemerintah untuk masa pemerintahan yang akan datang.
Peneliti dari CSIS, Arya Fernandes, saat mengisi acara Forum Populi di kantor Populi Center, Kemanggisan, Jakarta, Kamis (23/5), mengatakan, jika Demokrat dan PAN merapat ke koalisi pemerintah, mereka dianggap akan bisa membuat pemerintahan yang kuat tapi parlemen terancam mandul.
"Soal kita butuh parlemen yang kuat, kalau semua partai gabung dan angkanya sampai 77%, parlemen akan jadi mandul, daya kritis parlemen akan hilang, tidak muncul lagi," ujar Arya.
Menurutnya, jika koalisi pemerintah terlalu dominan di parlemen bisa menyebabkan hilangnya perdebata-perdebatan di parlemen itu sendiri. Sebab, DPR tidak akan kritis lagi dan partai koalisi yang dapat jatah menteri akan dibayangi oleh reshuffle dari pemerintah.
"Mungkin pemerintah akan untung karena kebijakan-kebijakan pemerintah akan mudah di-acc oleh parlemen tapi dari sisi kontrolnya itu kan lemah sekali," ujarnya.
Arya juga menambahkan bahwa sebaiknya koalisi dibangun berdasarkan kesamaan platform politik, kesamaan arah politik ke depan bukan sekedar meihat kebutuhan presiden akan pemerintahan yang kuat. Ia juga menekankan bahwa saat ini keputuan ada di tangan presiden mau dibawa ke mana arah parlemen masa mendatang.
"Menurut saya, itu hanya di presiden, apakah presiden akan memberikan warisan parlemen yang kuat, atau memberikan hukuman bagi partai yang tidak mendukungnya di Pilpres atau apakah dia memberikan pendidikan politik juga pada partai ini, bahwa koalisi bukan soal anda punya kursi atau tidak, tapi apakah anda punya platform politik yang sama atau tidak," ujar Arya