Home Politik Mantan Dirjen Menkeu Bersaksi di Sidang Taufik Kurniawan

Mantan Dirjen Menkeu Bersaksi di Sidang Taufik Kurniawan

Semarang, Gatra.com - Sidang kasus dugaan suap dana alokasi khusus (DAK) dengan Terdakwa Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Semarang, Rabu (22/5). 
 
Pada sidang tersebut, jaksa penuntut umum dari KPK, Eva Yustisiana menghadirkan saksi mantan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo. 
 
Menurut Boediarso, pemerintah atau Kementerian Keuangan tidak ikut menentukan daerah mana saja yang akan mendapatankan dana alokasi khusus (DAK). "Penentuan DAK sepenuhnya oleh DPR, dan penentuan yang diberikan hingga besarannya, pemerintah tidak ikut menentukan," kata Boediarso. 
 
Ia mengungkapkan, sebelum diusulkan ke Sidang Paripurna DPR, pengajuan DAK juga dilakukan secara online. Kemudian, Kementerian terkait melakukan penilaian kriteria daerah akan menerima aliran dana tersebut. "Contoh, kalau infrastrukur atau irigasi ke PUPR, Dari kementerian, Bappenas, dan Kemenkeu hanya menilai, sesuai kriteria, kelayakan, dan prioritas," ujarnya.  
 
Kemudian, ia menyatakan bahwa pada pembahasan APBN-P 2016 dan 2017 terdapat perubahan. Di tahun 2016 awalnya hanya Rp7,4 triliun kemudian disetujui menjadi Rp10,3 triliun dan 2017 ada penambahan Rp2 triliun. "Menjadi temuan BPK, tentang APBN-P 2016, kemudian setelah itu, semua pengajuan harus dilampirkan proposal," ujarnya. 
 
Boediarso juga mengaku tidak kenal secara dekat dengan terdakwa Taufik Kurniawan, dan hanya sebatas mengenal sebagai pejabat publik yaitu Wakil Ketua DPR RI.  "Beliau pada pertengahan 2017 sedianya memanggil kami, Tapi kami wakilkan ke Pak Putut, laporannya Pak Taufik menanyakan progres APBN-P 2017 dan aspirasi dapil. Itu saja," ucapnya. 
 
Sebelumnya, Taufik Kurniawan didakwa  menerima fee dari DAK sebesar Rp 4,85 miliar.  Uang fee tersebut dari dari dua daerah, yaitu Kebumen sebesar Rp3,65 miliar pada 2016 dan dari Purbalingga Rp1,2 miliar pada 2017. 
 
Taufik dijerat dengan pasal, yaitu Pasal 12 huruf a  dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
210