Yogyakarta, Gatra.com – Para pakar mitigasi bencana memandang bahwa edukasi dan sosialisasi mengenai status Gunung Merapi terbaru akan lebih memberi dampak jika menyasar kalangan wisatawan.
Meski berstatus waspada selama setahun, Gunung Merapi merupakan objek wisata unggulan Pemkab Sleman.
Hal ini mengemuka dalam diskusi bertajuk ‘Merawat Ketangguhan Warga Merapi’ di kantor Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Kota Yogyakarta, Selasa (21/5) petang.
“Sejak erupsi besar 2006 dan 2010, masyarakat di Sleman pada umumnya dan DIY pada khususnya telah menyadari bahaya erupsi Gunung Merapi,” kata pakar mitigasi Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional "Veteran", Eko Teguh Paripurno.
Sebagai bentuk kewaspadaan, setiap desa di kawasan rawan bencana Gunung Merapi memiliki standard operating procedure (SOP) pada tiap status Merapi. Dengan begitu, warga bisa melakukan aktivitas keseharian secara normal.
Namun, kata Eko, hal itu tidak dimiliki wisatawan. Meskipun hanya berupa SOP, bekal ini penting bagi wisatawan untuk mengetahui apa yang harus dilakukan saat Merapi ditetapkan statusnya.
“Jangan sampai nanti saat Merapi meletus, warganya selamat namun wisatawan meninggal. Ini akan menjadi insiden buruk bagi industri pariwisata DIY,” katanya.
Dosen Fakultas Geologi UGM Agung Harijoko sependapat dengan Eko. Menurutnya, perkembangan teknologi saat ini lebih memudahkan sosialisasi ke pihak di luar Merapi.
“Dulu, karena keterbatasan akses informasi dan komunikasi, penetapan status Merapi masih menjadi perdebatan oleh masyarakat sendiri, bahkan dengan pemerintah,” katanya.
Namun sekarang, dengan peralatan canggih dan hasil pengamatan BPPTKG, kondisi Merapi bisa diketahui. Peningkatan status Merapi pun sewaktu-waktu dapat dipertanggungjawabkan dan bisa disebarkan secara luas dan cepat.
Kepala Dinas Pariwisata Sleman Sudarningsih menyambut baik usulan dua akademisi itu. Pasalnya, kawasan Gunung Merapi sampai sekarang menjadi objek wisata unggulan Sleman setelah Candi Prambanan.
“Dari 7,2 juta wisatawan pada 2017, sebanyak 1 juta mengunjungi kawasan wisata lereng Merapi. Jumlah sumbangan wisatawan Merapi menurun di tahun lalu 25 persen meski total kunjungan naik menjadi 8,3 juta," ungkapnya.
Menurutnya, jumlah kunjungan Merapi turun bukan karena penerapan status waspada selama setahun ini. Namun karena tak adanya atraksi wisata pada malam hari.
Ia pun menyambut baik ide Kepala BPPTKG dan coba mewujudkan atraksi wisata malam hari berupa panorama lava pijar Merapi.