Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai formula 35% hak prerogatif yang diberikan kepada Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) dalam pemilihan rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berpotensi memicu terjadinya korupsi.
Menanggapi hal tersebut Menristekdikti Mohamad Nasir menjelaskan alasan mengaenai formula 35% dalam hak prerogatif pemilihan rektor PTN.
"35% itu prerogatif menteri karena apa? Supaya lembaga ini bisa dikontrol oleh pemerintah karena ini adalah dari anggaran dari pemerintah," ujarnya di Auditorium Kemenritekdikti Jakarta, Selasa (21/5).
Mengenai proporsi 35%, Mohamad Nasir menyebut hal tersebut sebagai pembelajaran dari beberapa metode yang pernah dilakukan sebelumnya. Sebelumnya pernah diterapkan secara demokratis yakni 100% diserahkan dan dipilih pihak kampus, namun permasalahan yang terjadi adalah politisasi dalam kampus.
"Mengapa itu 35%? Kita punya banyak pengalaman, dulu pemilihan rektor itu 100% dilakukan oleh perguruan tinggi negeri. Hasilnya apa masalah di sana, yang muncul adalah politisasi kampus kalau 100% yang dilakukan oleh perguruan tinggi negeri," ungkapnya.
Selanjutnya, formula 100% diserahkan kepada pemerintah. Namun hal tersebut juga tidak berhasil karena dianggap membuat kampus tidak berkembang.
"Pernah 100% pemerintah yang dari kementerian langsung apa yang terjadi, perguruan tinggi tidak berkembang," ujarnya.
Jadi, lanjut dia, formula 35% prerogatif yang diberikan menristekdikti dinilai sebagai jawaban agar pemilihan rektor lebih ideal dan efektif. Karena jika 100% diberikan kepada pihak kampus tanpa kontrol pemerintah akan timbulkan politisasi yang sangat kuat.
"Kita modifikasi inilah hasil dari sejarah yang pernah kita lakukan. Jadi semua kita perlakukan," katanya.