Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus dalami keterlibatan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi dalam kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Ya itu makanya nanti sejauh apa peran yang bersangkutan, untuk kemudian kita kaitkan pemberi dan penerima itu dan keyakinan saya jaksa kita sudah paham," ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (21/5).
Dalam fakta persidangan terhadap terpidana Sekjen dan Bendahara Umum KONI, Ending Fuad Hamidy dan Johnny E awuy, jaksa membeberkan bahwa ada penerimaan oleh Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora.
Tertuang dalam tuntutan dan dikuatkan oleh putusan hakim, disebutkan sekitar Rp 11,5 miliar telah mengalir ke Ulum. Baik diterima langsung oleh Ulum maupun Arief selaku orang suruhan Ulum. Penerimaan itu dilakukan secara bertahap dari Januari sampai Mei 2018. Indikasinya aliran uang itu menjurus kepada Menpora Imam Nahrawi.
Rinciannya pada Maret 2018, Hamidy memberikan Rp2 miliar kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI lantai 12. Kemudian Februari 2018, Hamidy kembali memberikan Rp500 juta kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI.
Lalu diketahui juga Juni 2018, Hamidy memberikan Rp3 miliar kepada orang suruhan Miftahul Ulum bernama Arief. Selanjutnya sekitar Mei 2018, Hamidy memberikan Rp3 miliar kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI Pusat. Dan sekitar sebelum lebaran 2018, Hamidy menyerahkan uang senilai Rp3 miliar dalam bentuk mata uang asing kepada Ulum di lapangan tenis Kemenpora.
Sementara itu saat Imam Nahrawi sedang ada kegiatan di Jeddah juga diketahui ada pengiriman uang Rp 20 juta oleh Johnny kepada Ulum. Ulum diyakini juga saat itu ikut serta dalam rombongan Kemenpora. Bahkan ATM yang digunakan oleh Ulum diakui Johnny merupakan pemberian darinya. Tidak cukup di sana, ternyata setelah itu Johnny kembali mentransfer kembali sebanyak Rp30 juta.
Terkait hal itu, Saut bilang bahwa fakta-fakta persidangan itu pasti akan dilaporkan oleh Jaksa kepada pimpinan. Yang kemudian akan didalami tindak lanjut ke depannya.
"Nah normatifnya selalu itu nanti jaksa itu akan lapor. Mereka juga punya naluri siapa yang duluan siapa yang belakangan," terang Saut.