Bandung, Gatra.com - Sejumlah tokoh agama di Bandung Raya menilai pengerahan massa atau people power yang dilakukan pendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah mekanisme yang tidak natural. Artinya, digerakkan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan politis dan berpotensi mengancam keutuhan negara.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bandung Agus Syarif Hidayatullah mengaku hal tersebut adalah kesimpulan setelah melakukan obrolan dengan beberapa tokoh agama dan alim ulama terkait masalah kebangsaan. Mekanisme yang benar adalah menyerahkan pelenyelenggaraan pemilu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"People power ini digerakkan dengan adanya kebutuhan kebutuhan politis. Dari awal itu kita mempercayakan bahwa proses politik itu kepada lembaga lembaga yang kompeten dan sesuai yang dipilih oleh DPR, dalam hal ini KPU, Bawaslu dan sebagainya," ujar Agus di Jalan Surapati, Kota Bandung, Selasa (21/5).
Pihaknya menilai, setiap penyelenggara pemilu akan bertanggung jawab secara konstitusi mengenai perannya di hajat demokrasi ini. Meskipun dalam penyelenggarannya ditemukan riak-riak, lebih baik dijadikan pembelajaran untuk menjadikan negara lebih demokrasi.
Agus juga berharap aspirasi dari pihaknya ini dapat didingarkan oleh seantero Nusantara. Merajut persaudaraan adalah yang paling utama, khususnya pada bulan Ramadan ini. Ia juga mengimbau agar mempercayakan masalah keamanan dan ketidaktertiban kepada yang berkompeten di bidangnya, yaitu TNI dan Polri.
"Artinya, kita tidak usah ikut-ikutan turun ke jalan apabila kita berbeda pendapat," imbuh dia.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan tahapan pemilu 2019 termasuk di dalamnya pemilihan presiden dan wakil presiden sudah selesai, seiring dengan rekapitulasi KPU RI pada Senin kemarin (20/5). Maka, seharusnya tidak ada gerakan-gerakan memobilisasi massa ke Jakarta menolak hasil pemilu yang sudah mendapat legitimasi dari KPU selaku lembaga yang diberi mandat oleh Undang-undang untuk menjalankan pemilu.
Menurutnya, dengan turun ke jalan menolak hasil pemilu malah menimbulkan ancaman bagi keutuhan bangsa. Maka, wajar jika gerakan itu kata dia disebut inkonstitusional walaupun berunjuk rasa memang diperbolehkan secara aturan.
"Tapi menolak hasil pemilu dengan turun ke jalan, itu bukan jalur resmi. Menolak pemilu karena ada dugaan ada kecurangan yang memengaruhi hasil suara pemilu, jalurnya ke Mahkamah Konstitusi atau adukan ke Bawaslu," pungkasnya.