Jakarta, Gatra.com - Henti jantung adalah suatu kondisi paling buruk dari syok jantung. Berdasarkan disertasi program studi doktoral Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RS Harapan Kita, dr. Isman Firdaus pada tahun 2019, pasien henti jantung yang berhasil bisa hidup lagi setelah dilakukan resusitasi itu sebesar 37%.
"Tapi setelah bisa hidup kembali pascahenti jantung, pasien tetap memiliki risiko kematian yang tinggi sebesar 57%. Jadi, setengahnya dari 37% pasien-pasien henti jantung meninggal," kata dr. Isman saat sidang terbuka doktor ilmu kedokteran di Gedung Imeri FKUI, Jakarta Pusat, Selasa (21/5).
Hasil penelitian tersebut pun menunjukkan, bahwa angka harapan hidup pasien henti jantung di Indonesia, khususnya di RS Harapan Kita hanya 19%. Meskipun rendah, angka ini masih jauh lebih baik dibandingkan Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Di Amerika Serikat (AS), angka harapan hidupnya dilaporkan 9,5%,sedangkan Inggris 12%.
Beragam upaya sudah dilakukan seperti melakukan pertolongan pertama dengan resusitasi jantung paru. Serta menggunakan alat-alat untuk menopang kehidupan seperti pompa balon inter aorta.
"Sayangnya, sejak awal pasien dengan henti jantung kondisinya sudah jelek akibatnya dari matinya sel yang begitu massif. Sehingga, memang sulit untuk pasien dapat ditolong kembali," ujarnya.
Namun, dr. Isman tetap dapat memprediksi apakah pasien dapat diselamatkan melalui peranan laktat, interleukin, dan kaspase penderita henti jantung. Hal tersebut juga menjadi upaya untuk memperkirakan pasien bisa membaik atau tidak.
"Jadi, pasien-pasien yang bisa kita selamatkan pascahenti jantung adalah pasien-pasien dengan kondisi yang lebih baik. Artinya, kadar laktatnya harus kurang dari 4, interleukinnya juga lebih rendah dan kaspasenya kurang dari 0,17. Kalau kadar-kadar tersebut berada di bawah batas-batas tadi kemungkinan akan bisa lebih baik. Namun, henti jantung sampai ada diabetes, interleukinnya tinggi dan laktatnya juga tinggi, maka sangat sulit untuk kembali," kata dr. Isman.