Home Gaya Hidup Dagadu Ultah ke-25, Diharap Tetap Nyeleneh

Dagadu Ultah ke-25, Diharap Tetap Nyeleneh

Yogyakarta, Gatra.com - Dagadu, merek kaos dengan kata-kata dan ilustrasi lucu asal Yogyakarta, berulang tahun ke-25. Produk ini lahir dari inisiatif mahasiswa pada 1990-an dan berkembang sebagai merek dagang dengan desain kreatif yang menjadi ikon Yogyakarta. Dagadu diharap tetap nyeleneh.

Menandai 25 tahun perjalanan Dagadu, diluncurkan buku ‘Desain, Gagasan, dan Daya Ungkap’ di Yogyatourium, sentra penjualan Dagadu, di Kotagede, Kota Yogyakarta, Senin (20/5). Ide pembuatan buku menurut Direktur Utama Dagadu, Ahmad Noor Arief, muncul sejak lama. “Selalu ingin bikin buku, tapi buku tentang apa?” ujarnya.

Noor Arief tidak ingin buku tentang Dagadu berupa katalog. Untuk itu, Dagadu mengajak enam penulis muda untuk turut menyusun buku tersebut. “Pembaca diharapkan bisa mendapat nilai yang diugemi (dipedomani) Dagadu dari tulisan-tulisan mereka,” ujar salah satu pendiri Dagadu tersebut.

Woto Wibowo, salah satu penulis, sempat khawatir saat pertama kali diajak membuat buku ‘Desain, Gagasan, dan Daya Ungkap’. Ia merasa bukan seorang penulis dan tak punya bakat menulis. Oleh karena itu, Wok the Rock, sebutan seniman ini, lebih banyak menulis pengalaman pribadinya tentang Dagadu, meski tulisannya dianggap sulit dipahami.

"Saya menulis dengan gaya sendiri dan apa yang saya ketahui tentang Dagadu," ujar Wok.

Dalam tulisannya, Wok menceritakan pengalamannya berkenalan dengan Dagadu sebagai pendatang dari Madiun. Pada awalnya, ia terkejut masyarakat Yogyakarta dapat menerima gojekan di produk-produk Dagadu. Gojekan atau candaan tersebut dianggap tidak lumrah, terutama bagi pendatang dari kampung.

Walau begitu, Dagadu dianggap sebagai salah satu sarana mengenal Yogyakarta. Menurut penulis Iwan Pribadi, para pendatang yang hidup di Yogyakarta tidak dapat mengandalkan informasi dari media konvensional saja. Melalui tulisannya, Iwan pun menyoroti produk Dagadu sebagai sumber informasi alternatif.

“Dagadu membantu para pendatang mengenal Jogja lewat produk-produknya, sehingga Dagadu berperan sebagai media,” ujar Iwan.

Namun peran Dagadu dulu dan saat ini berbeda. Dulu, Dagadu kerap dijadikan oleh-oleh. Orang-orang mengenakan kaos Dagadu untuk menunjukkan kebanggaan terhadap Yogyakarta. Sayangnya, hal ini jarang terjadi lagi sekarang.

Wok mengatakan hal itu terjadi karena produk selain Dagadu juga berkembang. Di sisi lain, Wok mengatakan juga kecewa terhadap perkembangan Dagadu. Dagadu dianggap tidak seberani dan seprogresif dahulu.

Menurut Wok, persoalan tersebut memang selalu dihadapi produk yang melebarkan jangkauan. Suatu merek yang makin besar punya pertimbangan berbeda daripada saat mula pembentukannya.

“Lembaga inisiatif kecil yang membesar harus berkompromi dan menyesuaikan diri. Ada ketakutan tidak laku dan mempertimbangkan omset,” ujar Wok.

Keberadaan sentra penjualan Yogyatourium adalah salah satu bentuk kompromi Dagadu. Wok menyebut, Yogyatorium menjadi cara Dagadu menjangkau komunitas-komunitas di sekitarnya. Wok pun yakin Dagadu bisa tetap menunjukkan cirinya setelah ultahnya ke-25 ini. “Harapannya masih ada ide yang nyeleneh," pungkas Wok.

 

Reporter: Abilawa Ihsan

422