Jakarta, Gatra.com - Ketua Asossiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), Laksanto Utomo, mengatakan, masyarakat dan berbagai elemen di Pati, Jawa Tengah (Jateng), mengingatkan pemimpin atau pemerintah melalui "Tadarusan Kanggo Ibu Bumi" agar menjaga kelestarian alam.
Laksanto di Jakarta, Selasa (21/5), menyampaikan, pesan Mbah Tarno, tetua sedulur sikep, yakni "Yen Pulau Jawa kuwi wetenge diodol-odo, ya rusak sak menungsane." Maksudnya, kalau perut Pulau Jawa itu dikeluarkan isinya maka rusaklah dia beserta manusianya.
Menurut Laksanto, penolakan pembangunan parbrik semen di Kendeng merupakan sikap demi menjaga kelestarian lingkungan dari kerusakan di Pulau Jawa, termasuk menjaga sumber pangan untuk generasi mendatang.
Dalam tadarusan yang digelar oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPR) di Desa Larangan, Tambak Romo tersebut, lanjut Laksanto, menghadirkan sejumlah pembicaranya dan menyampaikan pandanganya.
Salah satunya, kata Laksanto, Koordinator Nasional di Publish What You Pay Indonesia (PWYP IND), Maryati Abdullah, yang menyampaikan tentang tugas dan fungsi para pemimpin setelah mendapat mandat rakyat.
Bahwa pemimpin harus arif dan adil serta harus mendengarkan suara rakyat sebagai bahan mengambil keputusan atau kebijakan. "Kebijakan publik seperti izin pertambangan, bagaimana tentang tata ruang, tata wilayah peruntukan lahan, lingkungan hutan, dan kebijakan lainnya harus mendengarkan dan meminta pendapat masyarakat dengan syarat memberikan informasi sebelumnya. Itu adalah paling dalam kebijakan publik," katanya.
Selain Maryati, lanjut Laksanto, dalam acara bertema rembukan lingkungan tersebut juga disampaikan siraman rohani dari KH Ubaidillah Ahmad. Dia menyampaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup dengan mencontohkan kisah para wali dengan contoh-contoh sederhana.
"Nenek moyang kita dulu mengatakan jangan menebang pohon nanti 'penunggunya' ngamuk," ujarnya.
Pesan tersebut mempunyai makna mendalam dan siapa kira 'penunggunya' tidak akan marah karena penebangan pohon secara tidak teratur menyebabkan berkurangnya oksigen. Sedangkan mahkluk hidup membutuhkan oksigen.
Kemudian, lanjut Ubaidillah, pohon menyerap air. Menurutnya, air lebih bernilai daripada emas. Air merupakan emas biru penunjang kehidupan di bumi. Manusia tidak bisa hidup tanpa air sehingga manusia harus menjaga air dan lingkungan.
Sementara itu, Zainal Arifin, Direktur LBH Semarang menginformasikan posisi terakhir tentang perkembangan upaya hukum penolakan pabrik semen di kawasan Kendeng.
Ubaidillah dan kawan-kawan juga membacakan beberapa untuai puisi diiringi kotekan lewung oleh ibu-ibu Kartini Kendeng. Kemudian, solawatan dan pembacaan Alquran. Kegiatan yang juga dihadiri perwakilan masyarakat Kendal itu diakhiri santap saur bersama.