Home Milenial Potensi Jadi wisata Religi, Makam Syekh Burhanuddin di Pariaman Akan Dibenahi

Potensi Jadi wisata Religi, Makam Syekh Burhanuddin di Pariaman Akan Dibenahi

Padang, Gatra.com - Kawasan cagar budaya makam Syekh Burhanuddin di Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat akan dibenahi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena dinilai berpotensi menjadi objek wisata religi.

Riza Chandra, Kepala Seksi Promosi Konvensi Insentif dan Minat Khusus Dinas Pariwisata Sumbar mengatakan, tradisi Basapa di Makam Syekh Burhanuddin berpotensi dijadikan wisata religi.

"Kami sudah meninjau beberapa daerah di Sumbar, dan Basapa berpotensi untuk wisata religi karena banyaknya masyarakat yang datang berkunjung ke makam itu untuk berdoa," ujarnya kepada GATRA di Padang, Senin (20/05).

Menurutnya, tradisi Basapa tidak dimiliki daerah lain, dan pemerintah daerah sedang berupaya memanfaatkan peluang itu untuk menarik lebih banyak wisatawan ke Ranah Minang.

Dikatakannya, kawasan makam Syekh Burhanuddin akan dibenahi menggunakan anggaran APBN senilai Rp120 miliar. Pembangunan di empat titik untuk melanjutkan pembangunan mushalla, pagar, makam, dan relokasi lokasi kuliner.

Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman sudah menyampaikan rencana induk pengembangan kawasan cagar budaya Makam Syekh Burhanuddin 2016 lalu kepada pemerintah pusat, dengan harapan bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah setempat.

Basapa merupakan salah satu aktivitas ritual keagamaan yang dilaksanakan sekelompok muslim tarekat Syatariyah. Basapa sendiri diambil dari kata Safar, salah satu nama bulan dalam kalender Hijriah.

Tradisi Basapa biasanya dilaksanakan setiap 10 Safar, minggu kedua dan minggu ketiga bulan Safar. Tanggal 10 Safar diyakini sebagai tanggal atau hari meninggalnya Syekh Burhanuddin, 1111 H / 1691 M.

Basapa juga sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih terhadap Syekh Burhanuddin atas jasanya mengembangkan ajaran islam di Minangkabau. Tarekat Syatarriah yang dibawa Syekh Burhanuddin mendapat tempat di hati masyarakat Minangkabau waktu itu.

1759