Jakarta, Gatra.com - Politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Dian Islami Fatwa, mengaku kecewa terhadap putusan sidang pendahulan Badan Pengawa Pemilu (Bawaslu) soal dugaan pelanggaran administrasi Terstruktur, Sistematis, Massif (TSM) dalam Pemilu 2019.
Dian di Bawaslu, Jakarta, Senin ( 20/5), menyesalkan keputusan persidangan yang tidak merekomendasikan laporannya untuk dipersidangkan kembali. Dalam laporannya, ia mengklaim menemukan beberapa pelanggaran Pasal 286 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di mana Paslon dilarang menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih.
"Ini putusan aneh, bukti yang kami sertakan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No 15 Tahun 2019 tentang kenaikan gaji ASN. Link berita hanya menguatkan bahwa memang terbukti pemerintah telah memberikan kenaikan gaji kepada seluruh ASN. Kenapa yang dijadikan alasan link berita, bukan saksi yang kami siapkan dan Peraturan Pemerintah," ujarnya.
Lebih jauh Dian menganggap putusan Bawaslu tidak fair, karena saksi-saksi yang telah disiapkan belum diberi kesempatan untuk menyatakan adanya pelanggaran TSM.
Padahal PP 15/2019 menurut Dian, tidak ubahnya seperti caleg memberikan serangan fajar untuk memengaruhi pemilih. Hanya bedanya ini dilegalkan, sementara caleg tidak punya otoritas legal seperti yang dipunyai oleh incumbent Paslon sebagai Presiden.
"Inikan sama saja money politic. Apa bedanya dengan caleg yang ngasih uang, ngasih sembako atau janji akan pergi umrah. Seorang caleg masuk penjara karena memberikan undian ibadah umrah. Ini ada paslon kebetuan Presiden, memberikan kenaikan gaji, PP diterbitkan tanggal 13 Maret, pada saat kampanye, malah laporannya ditolak. Saya gagal paham," ujarnya.