Home Milenial Saat Fotografi Jadi Jalan Mencintai Diri Sendiri

Saat Fotografi Jadi Jalan Mencintai Diri Sendiri

Yogyakarta, Gatra.com - Fotografi bukan hanya sebatas tampilan visual. Dalam memotret kita harus mengenal objeknya. Hal ini menjadi benang merah dalam workshop fotografi di HONF Fablab, Yogyakarta, pada Sabtu, (18/5). Workshop ini merupakan bagian dari Sliraku Photo Project.

Sliraku Photo Project adalah kegiatan yang diadakan HONF, lembaga yang menekuni seni, sains, dan teknologi. Proyek yang digagas Tyana Putri dan Mawaddah Dwi coba memasukkan telaah psikologi dalam fotografi.

Perpaduan fotografi dengan psikologi bukan hal yang baru. Fotografi telah menjadi sarana terapi dalam bentuk photo-voice. Terapi ini diterapkan pada penderita gangguan jiwa. Mereka diminta memotret dan menceritakan hasil jepretannya tersebut sebagai metode pemulihan jiwa.

Namun, Sliraku Photo Project berusaha menekankan aspek self-love dalam psikologi dalam menilik hubungan fotografer dengan objek. Kegiatan ini pun mengangkat tajuk ‘Self-Love Through Potraiture Photography’.

Menurut Uwi, sapaan akrab Mawaddah, self-love dalam psikologi adalah self-compassion. Ide ini sebenarnya diajarkan pada kita sejak kecil, yaitu menerima kekurangan dan kelebihan pribadi kita. "Sadar atas kekurangan diri sendiri akan membuat kita peka, sehingga tidak terisolasi dalam persoalan diri sendiri,” ujar Uwi.

Melalui aspek psikologi dalam proyek ini, Tyana ingin melihat kembali esensi fotografi. "Foto itu sebenarnya buat apa?" ujar Ana, sapaan akrab Tyana.

Konsep self-love digunakan untuk membangun kesadaran relasi antara forografer dan model atau objek fotonya. Untuk itu, di workshop ini, peserta akan mengambil potret dari sesama peserta. Sepuluh peserta diminta saling berpasangan sehingga terbagi lima pasangan.

Mereka kemudian diberi kuesioner berisi pertayaan-pertanyaan personal. “Kuesioner itu adalah instrumen psikologi untuk menjalin kedekatan satu sama lain,” ujar Ana.

Tanpa harus diisi, kuesioner itu bisa menjadi referensi dan interpretasi ketika memotret rekannya. Salah satu peserta workshop, Guyub Rabbani, mengatakan, tahu kegiatan ini dari temannya. Ia ingin terlibat lokakarya ini karena tertarik pada psikologi. "Untuk melatih kepekaan juga," ujar Guyub.

Ketika berkesempatan memotret, Guyub membiarkan pasangannya menentukan gayanya sendiri. “Aku tidak ingin hanya menjadikan model sebagai objek,” tutur Guyub.

Praktik ini sejalan dengan materi lokakarya yang disampaikan Uwi. Menurutnya, fotografi juga melibatkan objek dan menjadikan mereka bergaya sesuai keinginan mereka.

Hasil potret tiap pasangan kemudian dipresentasikan peserta dalam forum. Potret tersebut dianggap sebagai gambaran dari cerita model di mata fotografer.

Ana menuturkan, ia ingin peserta selaku fotografer memosisikan diri sebagai orang yang dipotret. “Kita biasanya memikirkan etika foto sebelum memotret, tapi luput etika setelah itu,” ujarnya.

Reporter: Abilawa Ihsan

1706