Home Ekonomi Ketua DPD APTRI: Gula Impor Lebih Murah Dibanding Gula Lokal

Ketua DPD APTRI: Gula Impor Lebih Murah Dibanding Gula Lokal

Jakarta, gatra.com – Petani tebu menganggap pemerintah belum berpihak kepada para petani tebu. Hal ini terungkap dalam “Diskusi Quo Vadis Pergulaan Nasional” yang diadakan di Gedung Pusat Informasi Agribisnis, Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta. Kamis (16/5).

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPD APTRI) PG Kebon Agung, Dwi Irianto mengungkapkan gula dalam negeri kalah bersaing dengan gula impor. “Kami berhadapan dengan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) gula impor yang lebih rendah dibanding gula kami,” ujarnya.

“Kami mengusulkan HPP ke Kementerian Pertanian hampir Rp11.000/kg, sedangkan dari tim independen Pertanian Rp10.500/kg,” ungkapnya.

Ia menyayangkan keputusan akhir penetapan HPP berada di tangan Kementerian Perdagangan.

Kemudian, Dwi mengungkapkan HPP gula berbahan baku impor sekitar Rp6.000/kg-Rp7.000/kg. “Hal ini membuat petani tidak bergairah menanam tebu, sehingga luas area tebu terus menurun,” jelasnya.

Menurut Dwi, gula lokal baru bisa bersaing manakala rendemen produksi mencapai 10% dan produksinya 1.000 kwintal/hektar, sehingga HPP petani bisa sekitar Rp6.000/kg-Rp7.000/kg dan bisa bersaing dengan gula impor.

“Saat ini produksi kami baru 800 kwintal/hektar dan rendemen rata-rata 7,5%,” tuturnya. Oleh karena itu, Dwi menyarankan pemerintah memperbaiki sarana dan prasarana bagi petani.

Sementara, Ketua Dewan Pembina APTRI, Arum Sabil mengungkapkan, impor gula menjadi komoditas politik. Ia mencurigai pendirian pabrik gula (PG) baru hanya kedok untuk mengimpor gula lebih banyak. “Ada beberapa pabrik baru terciduk KPK karena indikasi mafia pangan,” katanya.

Arum menambahkan kebijakan pemerintah mendorong pembukaan PG baru juga haruslah sesuai kapasitas terpasang pabrik. “Tidak hanya peningkatan peningkatan area (tebu),” tuturnya.

Ia juga menyayangkan banyaknya tebu yang ditanam sebelum waktu optimalnya karena tuntutan produksi pabrik gula. “Rendemen dibentuk di batang-batang tebu, bukan di pabrik,” ungkapnya.

Dwi menyarankan pemerintah mewajibkan importir untuk membeli gula petani. ”Kita saling sharing (berbagi) keuntungan. Petani tebu dapat nilai tambah, industri gula masih ada margin (selisih) keuntungan, dan konsumen tidak menjerit,” jelasnya.

616