Jakarta, Gatra.com - Para aktivis reformasi yang tergabung dalam Rembuk Nasional Aktivis ‘98 (RNA ‘98) akan melakukan aksi “Kawal Demokrasi Jaga Suara Rakyat” dengan menduduki dan menginap di Komisi Pemilihan Umum (KPU), menjelang pengumuman hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.
Menurut salah satu aktivis RNA 98, Abdullah Taruna, pihaknya akan melibatkan setidaknya 5.000 aktivis 98 yang datang dari 34 provinsi se Indonesia menuju Jakarta dari tanggal 21 Mei hingga 22 Mei 2019.
“Kawan-Kawan aktivis 98 yang datang dari berbagai daerah membawa aspirasi dan amanat perjuangan rakyat di 34 provinsi yang menghendaki demokrasi tetap kuat, independen dan profesional,” ujarnya saat diwawancarai pasca konferensi pers yang diadakan di Graha Pena 98, Jakarta, Kamis (16/5).
Dullah, panggilan Abdullah Taruna,i menyampaikan bahwa RNA ‘98 telah meminta izin keramaian ke bagian Intelkam Polda Metro Jaya pada hari sebelumnya. Menurutnya hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk ekspresi menjaga demokrasi dan aspirasi suara rakyat pada pemilu April lalu dari tindakan kelompok yang ingin melegitimasi KPU.
“Kami akan tetap menggerakan 5.000 aktivis 98 untuk menjaga demokrasi dan mengawal suara rakyat dari tindakan inkonstitusional dari para pihak yang hendak melemahkan dan mendelegitimasi penyelenggara Pemilu yang telah bekerja sesuai amanat konstitusi,” imbuhnya.
Lebih lanjut Dullah menegaskan, akan tetap turun ke jalan dengan atau tanpa surat izin yang dikeluarkan oleh pihak Polri. Dirinya menyampaikan bahwa telah siap lahir dan batin menerima segala risiko apapun dari segala tindakan yang akan diambil.
“Tidak ada satu pihak pun baik Kapolri atau Panglima TNI yang mampu membendung niat kami untuk mengawal demokrasi dan menjaga suara rakyat di KPU RI,” tukasnya.
Sementara itu, Juru Bicara RNA 98, Sayed Junaidi Rizaldi menambahkan bahwa ada pihak yang secara terang-terangan melakukan upaya makar dengan menggaungkan gerakan people power yang dimulai dengan cara mendelegitimasi keputusan KPU.
“Sudah dari awal tidak ada itikad baik dan mereka ini menjadikan demokrasi sebagai batu loncatan untuk membuat perpecahan dan menciptakan instabilitas nasional dengan cara licik mau merebut kekuasaan,” katanya.
Menurut Sayed sejak awal dirinya dan kawan-kawan aktivis yang tergabung di RNA ‘98 telah berjuang bersama Jokowi yang dianggap sebagai anak kandung reformasi, sehingga hanya Jokowi saja yang mampu meredam niat tersebut.