Kota Solok, Gatra.com - Pemerintah Kota Solok mulai berbenah dan mengembangkan salah satu lokasi di daerah tersebut sebagai kawasan agrowisata dan budidaya kopi jenis robusta, berlokasi di Payo, Kelurahan Tanah Garam, Kota Solok, Sumatera Barat.
Walikota Solok, Zul Elfian menyebutkan, kawasan Payo sebagai dataran tinggi di Kota Solok, sangat cocok dijadikan sebagai tempat pengembangan kopi, untuk meningkatkan peluang ekonomi bagi masyarakat. Selain itu, kawasan Payo juga sudah dibuka sebagai salah satu kawasan agrowisata terpadu dengan ikon bunga Krisan.
"Agrowisata tarpadu dengan ikon bunga Krisan dan kopi di kawasan Payo merupakan peluang untuk Kota Solok, dalam mengembangkan pariwisata dan perekonomian masyarakat. Harapannya, bisa menarik lebih banyak wisatawan," ujar Zul Elfian di Solok, Kamis (16/05).
Menurutnya, Kawasan Payo memiliki lahan perkebunan untuk pengembangan kopi seluas 70 hektar (Ha), dengan potensi produksi sebesar 20 ton setiap tahunnya.
"Potensi yang ada, masyarakat harus bisa memanfaatkan kondisi ini untuk peningkatan perekonomian. Masyarakat bisa membuka warung-warung kopi, agar wisatawan bisa menyeduh Kopi Payo langsung di lokasi," ungkapnya.
Dikatakan Zul Elfian, kawasan Payo tidak saja unggul dibidang pertanian. Namun, lokasinya yang berada di ketinggian juga menjanjikan pemandangan yang menyejukkan mata. "Kita optimis Kota Solok bisa bangkit sebagai salah satu magnet pariwisata unggulan di Sumbar. Mari kita wujudkan Visit Solok 2020," ucapnya.
Kepala Dinas Pertanian Kota Solok, Kusnadi menyebutkan, Kawasan Payo bisa dikembangkan sebagai pengembangan kopi arabika dan robusta. Beberapa kawasan memiliki ketinggian diatas 800 meter diatas permukaan laut (mdpl).
"Kawasan Payo tidak hanya cocok untuk pengembangan kopi saja, tetapi juga bisa untuk budidaya durian, manggis, dan bunga Krisan," ujarnya kepada Gatra, Kamis (16/05).
Menurut Kusnadi, saat ini, peremajaan kopi yang usianya mencapai puluhan tahun sudah dimulai, agar kualitas buah meningkat.
Tidak hanya itu, Pemko juga mengedukasi masyarakat (petani-red) agar memetik biji kopi yang sudah ranum (warna merah) saja. "Terkadang petani kalah cepat dengan luwak, hewan luwak juga menyukai biji kopi yang sudah merah," ungkapnya.