Paris, Gatra.com - Amerika Serikat (AS) tidak mendukung janji global untuk meningkatkan upaya menjaga platform internet agar tidak digunakan untuk menyebarkan kebencian, mengorganisir kelompok-kelompok ekstremis, dan menyiarkan serangan, dengan alasan penghormatan terhadap 'kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.'
Pernyataan ini dikeluarkan pada Rabu (15/5) setelah para pemimpin dunia yang dipimpin Presiden Prancis Emmanuel Macron didampingi Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, dan para eksekutif dari Facebook, Google, Twitter, dan perusahaan teknologi lainnya berkumpul di Paris untuk menyusun seperangkat pedoman yang dijuluki 'Christchurch Call'.
"Gedung Putih akan terus proaktif dalam upaya kami melawan konten teroris secara online sambil juga melindungi kebebasan berbicara," ucap perwakilan Gedung Putih.
Pemerintah Prancis dan Selandia Baru menyusun Christchurch Call, sebuah peta arahan yang bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan internet yang serupa sambil bersikeras bahwa setiap tindakan harus menjaga prinsip-prinsip internet yang bebas, terbuka dan aman, tanpa mengorbankan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar.
Kesepahaman ini diadopsi juga oleh perusahaan teknologi AS yang juga mencakup Amazon, Microsoft dan YouTube, bersama dengan Qwant dan DailyMotion dari Perancis, dan Wikimedia Foundation.
Negara-negara yang mendukung kesepakatan ini adalah Inggris, Kanada, Irlandia, Yordania, Norwegia, Senegal, Indonesia, dan badan eksekutif Uni Eropa. Beberapa negara lain yang tidak hadir pada pertemuan itu pun menambahkan dukungan mereka.
"Pada dasarnya kesepakatan ini membuat kita semua dapat membangun lingkungan internet yang lebih manusiawi, yang tidak dapat disalahgunakan oleh teroris untuk tujuan kebencian mereka," kata Arden ketika melakukan konferensi pers dengan Macron seperti dilansir time.com.