Jakarta, Gatra.com - Kepolisian kembali menangkap beberapa tokoh seperti Eggi Sudjana dan Kivlan Zen yang dianggap berseberangan dengan pemerintah dengan tuduhan makar. Kata makar inilah yang kembali mencuat belakangan ini dan dengan mudah dituduhkan kepada orang yang tidak sepaham dengan pemerintah.
Dosen Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Anugerah Rizki Akbari angkat bicara terkait kata-kata makar. Ia mengatakan, dirinya tidak mengetahui faktor yang menyebabkan munculnya berbagai multitafsir definisi makar. Kemunculan multitafsir ini dapat menimbulkan kasus-kasus ‘lucu’ yang sebenarnya bukan makar.
“Semakin ke sini, kita tidak mengetahui persis alasan multitafsir definisi makar di tengah masyarakat. Saya mencurigai makar ini dimaknai sebagai UU Subversif dan pemahaman itu masih melekat dan tidak adanya UU tersebut, maka dimasukkan dalam makar," ujar Rizki dalam diskusi publik dengan tema ‘Menalar Makar: Miskonsepsi Delik Makar dalam Penegakkan Hukum’ di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Rabu (15/5).
Rizki menuturkan penegak hukum yang tidak memahami definisi dari makar menjadi penyebab munculnya multitafsir di tengah masyarakat. bahkan, masyarakat juga mengambil peran dari simpang siurnya definisi makar.
“Kemunculan multitafsir di tengah masyarakat tidak ada urusannya dengan politik. Ini murni dari penegak hukum yang tidak paham definisi makar sebenarnya. Tak hanya itu, masyarakat juga mengambil peran dimana ketika berbagai perdebatan terjadi, pihak akademisi tidak membantu meluruskan hal tersebut,” ujarnya.
Rizki menuturkan sangat penting untuk meluruskan definisi makar sebagai serangan. Jika multitafsir makar ini dibiarkan begitu saja, maka setiap orang yang memiliki pemikiran dan pandangan yang berbeda dikenakan pasal makar.