Jakarta, Gatra.com - Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kusuma Emindo (PT. WKE), Budi Suharto; Direktur Keuangan PT WKE dan bagian keuangan PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT. TSP), Lily Sundarsih; Dirut PT TSP, Irene Irma; dan Direktur PT WKE dan Project Manager PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo membacakan nota pembelaannnya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (15/5).
"Saya mengakui bahwa perusahaan membutuhkan paraf saya di dalam dokumen-dokumen keuangan di PT WKE, termasuk cek dan fee bagi pejabat PUPR bahwa hal tersebut untuk catatan internal bagian keuangan saya," kata Budi Suhorto membacakan pledoinya.
Budi menyebut pembuatan cek dan pencatatan adalah untuk mengetahui berapa biaya dalam menjalankan satu proyek dan biaya tersebut termasuk biaya tidak resmi.
"Uang tersebut diminta pejabat PUPR dengan alasan operasional, Natalan, Lebaran, ada juga pinjaman. Kami tidak tahu untuk apa sebetulnya uang dimintakan kepada kami tidak pernah juga ada kesepakatan," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Budi juga menyesali perbuatannya terutama saat mengajak putrinya untuk bergabung mengurus PT WKE dan TSP. Ia meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya melihat umur yang sudah tua dan memiliki banyak penyakit.
"Saya juga meminta anak bungsu saya Irene Irma untuk kembali ke Idonesia dari pekerjaannya di Australia. Inilah yang sangat saya sesali sehingga anak saya sekarang ikut dalam permasalahan ini," ucap Budi.
Pemberian suap tersebut dimaksudkan agar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mempermudah kelancaran pengawasan proyek pembangunan SPAM yang dikerjakan PT. WKE dan PT. TSP.
Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa perbuatan Budi Suharto, Lily Sundarsih, Irene Irma, dan Yuliana melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau atau Pasal 5 (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.