Home Internasional Tantangan Pakatan Harapan Melawan Diskriminasi Rasial di Malaysia

Tantangan Pakatan Harapan Melawan Diskriminasi Rasial di Malaysia

Kuala Lumpur, Gatra.com - Pemerintahan Baru Malaysia dalam koalisi Pakatan Harapan di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad menghadapi berbagai tantangan, antaranya upaya melawan diskriminasi rasial.

Sebuah lembaga kajian yang intens menolak diskriminasi di Malaysia, yakni Islamic Renaisance Front (IRF) mengungkapkan bahwa Pakatan Harapan sejatinya memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat Malaysia yang plural tanpa diskriminasi, namun hal tersebut ternyata tidak mudah diwujudkan di Malaysia.

Direktur IRF Dr Ahmad Farouk Musa menyebut, bahwa dukungan bulat terhadap Pakatan Harapan datang dari kalangan non muslim dan ras non melayu.

"Kita dapati bahwa pakatan banyak mendapatkan suara dari bukan muslim dan bukan Melayu, mereka punya harapan besar pada Pakatan Harapan. Namun dukungan itu justru dijadikan narasi negatif yang mengatakan pakatan seolah lebih lunak dan pro pada non muslim," kata Farouk kepada Gatra.com melalui sambungan telepon pada Selasa (14/5).

Diantara diskriminasi yang terjadi di Malaysia ialah tertuang dalam undang-undang negara yang dirumuskan pada tahun 1971 dimana ras Bumiputera yakni Melayu, mendapatkan banyak keuntungan.

Beberapa dari keuntungan tersebut adalah harga rumah yang lebih murah, kuota untuk belajar dengan beasiswa di universitas, perjanjian dengan pemerintah dan pembagian hasil dari berbagai perusahaan.

Undang-undang tersebut dilatarbelakangi oleh kerusuhan antar ras pada 1969 yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.

Dibawah kepemimpinan Mahathir Mohamad bersama Pakatan Harapan, IRF bertekad mewujudkan keadilan dan kesejahteraan untuk semua lapisan masyarakat di Malaysia tanpa memandang ras.

Hal itu hendak direalisasikan dengan menghapus diskriminasi ras dalam konstitusi dengan menandatangani International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang dikeluarkan oleh PBB.

Namun kelompok mayoritas Melayu yang dipimpin oleh koalisi Barisan Nasional, yang sebelumnya memerintahkan selama lebih dari 60 tahun, sempat menggelar unjuk rasa besar-besaran menggunakan sentimen agama pada 8 Desember 2018 menentang hal itu.

Farouk mengatakan penggunaan sentimen agama digunakan oleh oposisi, karena pemimpin oposisi Najib Razak dari partai United Malaysia National Organization (UMNO) tersudutkan karena gagal dalam mengelola pemerintahan sebelumnya yang cenderung koruptif.

"Kita dapati UMNO merasa terhimpit, untuk menaikkan image mereka bergabung dengan Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Mereka membuat perkara untuk meraih simpati umat islam," kata Farouk.

Menurut Farouk, penolakan ICERD yang menggunakan sentimen agama dan disebut akan menjatuhkan muruah Islam dan bangsa Melayu tidaklah tepat. Sebab menurutnya Islam justru tidak mengenal diskriminasi dan bercita-cita mewujudkan keadilan.

"Tak ada ruang untuk rasisme dalam Islam, sejak 2015 kami dari IRF telah membuat petisi untuk mendorong agar pemerintah Malaysia segera meratifikasi ICERD. Namun dulu tidak ada penolakan besar-besaran, artinya penolakan oleh oposisi tersebut politis semata," kata Farouk.

Akibatnya, saat ini Pakatan Harapan kata Farouk, terpaksa berhati-hati. Sebab Pemerintahan membutuhkan dukungan pula dari masyarakat Melayu. Namun menurutnya hal penting yang perlu dilakukan Pakatan Harapan adalah memberikan penerangan kepada masyarakat agar tidak terpancing dengan isu yang tidak benar.

Farouk juga menegaskan ada perkara yang lebih penting untuk dilawan oleh masyarakat Melayu ketimbang isu-isu rasial, yakni kasus korupsi rezim Najib Razak yang belum tuntas di peradilan Malaysia.

"UMNO mengaburi mata orang Melayu yang tidak dapat berpikir panjang, melupakan bahwa Najib telah melakukan perampokan yang begitu buruk. Sekarang yang membuat agak rumit, case atas Najib dan menterinya belum diadili dan belum dijatuhi hukuman. Masyarakat Melayu harus sadar bahwa Islam tidak menentang kesetaraan ras, tapi justru menentang korupsi," pungkas Farouk.

875