Khartoum, Gatra.com - Pemimpin militer Sudan telah mengumumkan perjanjian dengan aliansi oposisi untuk masa transisi tiga tahun ke pemerintahan sipil.
Dewan Militer Transisi atau The Transitional Military Council (TMC) mengatakan aliansi tersebut akan memiliki dua pertiga kursi di dewan legislatif. Sudan telah diperintah oleh dewan militer sejak penggulingan Presiden Omar al-Bashir bulan lalu.
Dilansir BBC, Setidaknya, 5 orang sipil dan seorang petugas keamanan tewas dalam bentrokan yang terjadi di ibu kota Khartoum.
Pada konferensi pers, Letjen Yasser al-Atta mengatakan kesepakatan akhir tentang pembagian kekuasaan akan ditandatangani dengan aliansi oposisi Deklarasi Kekuatan Kebebasan dan Perubahan atau the Declaration of Freedom and Change Forces
(DFCF) dalam waktu 24 jam, termasuk pembentukan dewan kedaulatan baru yang akan memerintah negara sampai pemilihan nanti
"Kami bersumpah kepada masyarakat kami bahwa perjanjian akan selesai sepenuhnya dalam waktu 24 jam dengan cara yang memenuhi aspirasi rakyat," katanya.
Jenderal Atta mengatakan DFCF akan memiliki dua pertiga kursi di dewan legislatif pada masa transisi diperkirakan sebanyak 300-anggota. Sementara sisanya akan diambil oleh pihak-pihak yang bukan bagian dari aliansi.
Sebelumnya, juru bicara gerakan protes Taha Osman mengatakan kedua pihak telah menyetujui struktur otoritas masa depan dewan berdaulat, kabinet, dan badan legislatif.
Anggota DFCF Satea al-Hajj menyatakan optimismenya bahwa rincian akhir tentang pembagian kekuasaan akan disepakati. "Sudut pandangnya dekat dan Insya Allah, kami akan segera mencapai kesepakatan," ujarnya.
Sebelumnya, unjuk rasa pada 17 Januari, para saksi mata mengatakan pasukan negara menembakkan amunisi secara langsung kepada para demonstran dan menewaskan seorang dokter.
Ketika pada puncaknya, para demonstran melakukan aksi duduk sejak 6 April di luar markas militer di Khartoum untuk menuntut tentara memaksa presiden keluar. Akibatnya, lima hari kemudian, presiden digulingkan oleh militer.
Sebuah dewan militer mengambil alih kekuasaan pada 11 April, tetapi para demonstran tetap bertahan, bersikeras bahwa mereka mengalihkan wewenang ke pemerintahan sipil. Awalnya, pembicaraan antara para jenderal yang berkuasa dan penyelenggara protes tidak menunjukkan banyak kemajuan.