Banyumas, Gatra.com – Menyebut Kalibagor, warga Banyumas dan sekitarnya pasti akan langsung menghubungkannya dengan pabrik gula Kalibagor, sebuah pabrik yang melegenda di kawasan ini. Lokasinya di pinggiran Jalan Raya Kalibagor Sokaraja, Banyumas.
Pasa zaman keemasannya, area pabriknya melebar sepanjang ruas utama kota tua Banyumas ke Sokaraja. Sementara, di seberang jalan, berdiri rumah-rumah berdesain klasik untuk para petinggi pabrik yang asli Belanda dan pegawai pribumi.
Pabrik gula Kalibagor beroperasi sejak 1800-an. Sayangnya, pada 1990, pabrik ini tutup. Sejak saat itu, bangunan pabrik ini hanya meninggalkan kesan kejayaannya lewat bekas bangunanannya yang masih menyisakan keperkasaanya.
Belakangan, “Lorong Blothong” yang terletak di Dusun Jengkonang Desa dan Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas ini ramai dikunjungi masyarakat untuk menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit. Lorong Blothong adalah lorong bekas pembuangan limbah pabrik gula Kalibagor.
Sumadi, Ketua Paguyuban Wisata Jengkonang, mengatakan bahwa objek wisata alternatif yang dikelola warga setempat itu baru dibuka pada puasa hari pertama, Senin (6/5) lalu. Lorong ini merupakan terowongan bekas pembuangan limbah pabrik gula yang terdapat aliran air setinggi mata kaki dengan panjang 80 meter, tinggi 1,5 meter, dan lebar 2 meter.
Pengunjung yang memasuki terowongan hanya membayar retribusi Rp 3.000. Setelah menyusuri terowongan, wisatawan disuguhi berbagai macam makanan tradisional khas Banyumas yang dijajakan di kompleks wisata sebagai menu buka puasa.
Menurut Sumadi, terowongan pembuangan limbah pabrik gula itu dibangun pemerintah Belanda pada 1839. Lorong sepanjang 80 meter yang mengular di area belakang pabrik gula tersebut digunakan sebagai saluran pembuangan limbah pabrik atau biasa disebut blothong. Setelah pabrik gula tebu berhenti beroperasi pada 1990, trowongan hanya digunakan untuk saluran air.
“Terowongan itu menjadi saksi kejayaan Pabrik Gula Kalibagor," kata Sumadi.
Karena sudah tidak dipakai oleh pabrik gula, warga memanfaatkan tempat yang masuk cagar budaya ini sebagai tempat wisata. Pembukaan tempat wisata itu dilakukan warga secara bergotong royong. "Sebelumnya terowongan di atas lahan dan permukiman warga tersebut tertutup pepohonan, bahkan sebagian di antaranya tertimbun sampah," ujarnya.
Menurut Bambang Kuswanto, penggagas wisata Lorong Blothong, pembersihan terowongan yang telah tertutup tanah dan sampah itu membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Kondisi di dalam terowongan itu kumuh, banyak sampah, dan hewan linsang. Setelah dibersihkan, terowongan itu dicat, diberi lampu penerangan dan lampu hias warna-warni sehingga menarik bagi pengunjung.
“Banyak pengunjung yang yang tertarik untuk melihat wisata Lorong Blothong, bahkan Pak Camat dan Forkopimca dan Pak Bupati sudah berkunjung ke sini,” ucap Bambang.