Jakarta, Gatra.com - Juru bicara Konsolidasi Eksponen 98, Wahab Talaohu, mengatakan, sekitar 5.000 aktivis 98 dan rakyat akan mengawal Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari rongrongan aksi people power sehingga bisa melaksanakan tugasnya sesuai konstitusi yakni mengumumkan hasil pemilu 2019 pada 22 Mei.
"Kita serukan, kita tegaskan aktivis 98 pada tanggal 22 Mei 2019, 5.000 aktivis 98 bersama rakyat 'menduduki' KPU RI untuk memberikan dukungan moral kepada KPU," kata Wahab di Jakarta, Selasa (14/5).
Menurutnya, ribuan aktivis 98 dan rakyat akan mengawal KPU agar menjalankan tugasnya karena lembaga tersebut merupakan instrumen demokrasi yang lahir dari jerih payah reformasi 98 yang ditebus dengan darah dan air mata.
"KPU adalah instrumen demokrasi yang dilakukan lewat reformasi 98. Maka menjadi jihad bagi kita untuk kita pertahanan KPU. Karena KPU akan mengumumkan hasil kedaulatan rakyat, partisipasi 81% yang pada tanggal 22 akan diumumkan resmi oleh KPU," katanya.
Karena itu, lanjut Wahab, menjadi keniscayaan bagi aktivis 98 untuk mempertahankan demokrasi yang diperjuangan melalui darah dan nyawa. "Kita sebagai aktivis 98, kita akan datang untuk memastikan jalanya proses demokrasi berjalan aman, tertib, dan damai," katanya.
Aktivis 98 bersama rakyat akan mengawal KPU karena adanya seruan people power yang dilontarkan kubu capres-cawapres 02, Prabowo-Sandi. "Kita tahu, mereka ingin mengambil, mencuri kembali kekuasaan bangsa ini dengan alasan people power," kata Wahab.
Menurutnya, jika di era 98 lalu rezim melakukan pembakaran, pembunuhan, pemerkosaan, penghilangan nyawa kawan-kawan aktivis bahkan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk mempertahkan kekuasaan, karena mereka nyaman selama 32 tahun. "Kekuasaan itu tidak mau mereka berikan begitu saja kepada rakyat Indonesia," ujarnya.
Untuk mempertahkan kekuasaan yang telah dicengkram selama 32 tahun, orde baru di bawah pemerintahan Soeharto menghalalkan segara cara meskipun rakyat tidak berdosa harus meregang nyawa.
"Dan kita tahu, sekarang lagi melalui corong Amien Rais yang notabene bukan sesungguhnya tokoh reformis, karena kita tolak dia pada tahun 1998. Dia hari ini menjadi antek orde baru, dia kumandangkan people power yang sebetulnya syarat-syarat people power itu tidak terpenuhi di zaman sekarang," ujarnya.
Menurut Wahab, people power pada 98 terjadi karena mampetnya saluran-saluran demokrasi akibat rezim begitu otoriter sehingga di antaranya sebelum pemilu pun kita sudah tahu siapa yang akan menjadi presiden.
"Kalau kata kawan Adian [Napitupulu], kita sudah tahu siapa presidennya, pasti Soeharto lagi, Soeharto lagi, lo lagi lo lagi lo lagi. Tidak ada itu saluran. Legislatif mandul, eksekutif mandul. Sentralistik kekuasaan dipegang oleh seorang tokoh yang namanya Soeharto, semua di-counter langsung. Tentara menjadi instrumen alat keuasaan untuk represif. Dulu pemerintahan diktator, pemerintahan yang otoriter," katanya.
Adapun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) saat ini jauh dari otoriter atau diktator. "Pemerintahan Jokowi adalah pemerintahan yang sangat santun, sangat ramah, bahkan dihina, diancam lagi oleh rakyat kecil, mau dipenggal, mau dibunuh. Tidak pernah kita lihat kemarahan, apalagi kediktatoran dari Jokowi, tidak ada," ujarnya.
Kemudian, lanjut Wahab, hari ini tidak ada penindasan semena-mena dan pemiskinan rakyat. Yang ada pemerintahan Jokowi-JK membangun Infrastruktur dari Sabang sampai Merauke untuk menyejahterakan rakyat.
"Kami bangga sebagai orang timur, ada infrastruktur, yang dulu termarjinalkan, hari ini kita bisa merasakan. Tidak ada kita temukan syarat-syarat people power. Yang ada adalah akal bulus lewat Prabowo berkolaborasi dengan kekuatan ideologi transnasional ingin kembali menghancurkan NKRI," ujarnya.
Atas dasar itu, aktivis 98 bersama rakyat siap mengawal KPU dan menangkal upaya people power. Seruan ini digelorakan saat ziarah ke makam para korban tragedi kekezaman orba yang dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Rangon, Jakarta Timur (Jaktim).
"[Sebanyak] 1.217 rakyat yang terdiri dari anak-anak, remaja, orang tua, bahka ada ibu hamil, yang 1.990 mereka ditahan. Ada juga ibu-ibu dan adek-adek kita, suadara-sudara kita perempuan yang diperoksa, ada 27 yang tercatat ditembak mati," katanya.
Menurutnya, aktivis 98 dan rakyat tentunya tidak rela klan dari orde baru kembali berkuasa dengan melakukan berbagai cara untuk kembali menikmati kekuasaan dan mengeruk kekayaan Indonesia hanya untuk kelompoknya.